Jumat 03 Nov 2017 01:47 WIB

KPK Periksa Kepala Bakamla di POM TNI

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ani Nursalikah
Mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan meninggalkan gedung KPK usai diperiksa di Jakarta.
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan meninggalkan gedung KPK usai diperiksa di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengungkapkan, penyidik KPK sudah melakukan pemeriksaan terhadap Kepala Bakamla Arie Sudewo terkait penyidikan kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di lingkungan Bakamla. Arie diperiksa untuk tersangka mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan.

"Pekan lalu sudah dipanggil (tapi tidak hadir) sehingga pemeriksaan dilakukan di POM TNI. Jadi, pemeriksaan tetap dilakukan tapi tempatnya bukan di KPK tapi di POM TNI," ujar Febri, Kamis (2/11).

 

Febri menjelaskan, pemeriksaan Arie dilakukan di Puspom TNI lantaran yang bersangkutan merupakan perwira militer aktif. Menurut Febri, KPK berkoordinasi memilah kewenangan dengan Puspom TNI dalam korupsi pengadaan satelit monitoring atau pengawasan di Bakamla.

 

"Kami kan dalam proses koordinasi tentu salah satu poinnya adalah memilah kewenangan KPK di sipil dan Pom TNI," ujarnya.

 

Adapun, dugaan keterlibatan Arie Sudewo sebelumnya disebut dalam pertimbangan vonis hakim untuk terdakwa mantan Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla, Eko Susilo Hadi. Ia disebut memerintahkan Eko untuk menanyakan biaya yang akan diberikan PT Melati Technofo Indonesia, selaku perusahaan pemenang proyek pengadaan monitoring satelit di Bakamla.

 

Nofel Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya diancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Nofel Hasan disebut menerima 104.500 dolar Singapura terkait pengadaan satellite monitoring senilai total Rp 222,43 miliar tersebut.
 
 
 
 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement