Sabtu 04 Nov 2017 10:01 WIB

Jokowi: Kasus Novel Baswedan Harus Tuntas

Red: Elba Damhuri
Gunakan sepeda motor trail, Presiden Joko Widodo hadiri revitalisasi tambak udang di Desa Bakti,Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Rabu (1/11).
Foto: dok. Biro Pers Istana Negara
Gunakan sepeda motor trail, Presiden Joko Widodo hadiri revitalisasi tambak udang di Desa Bakti,Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Rabu (1/11).

REPUBLIKA.CO.ID, Dessy Suciati Saputri

JAKARTA - Nyaris delapan bulan lewat, kasus penyiraman dengan air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan tak kunjung menemui titik terang. Presiden Joko Widodo menyatakan akan memanggil Kapolri Jenderal Tito Karnavian di tengah mencuatnya desakan pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF).

Menurut dia, pemanggilan kapolri diperlukan agar permasalahan Novel dapat menjadi lebih jelas dan segera tuntas. “Kapolri saya undang, saya panggil. Di prosesnya sudah sejauh mana yang jelas semua masalah harus gamblang, harus jelas, harus tuntas,” kata Jokowi seusai meresmikan Tol Becakayu, di Bekasi, Jumat (3/11).

Kendati demikian, saat ditanya lebih lanjut terkait pembentukan TGPF untuk mengungkap kasus Novel, Jokowi enggan memberikan tanggapannya. Presiden Jokowi sebelumnya telah memanggil kapolri terkait perkembangan penyelidikan kasus Novel, Juli lalu. Seusai pertemuan tersebut, Polri hingga kini masih belum dapat mengungkap perkembangan dari kasus ini.

Novel disiram wajahnya dengan cairan asam sulfat atau H2SO4 oleh dua orang yang berboncengan sepeda motor pada dini hari, 11 April 2017 lalu. Ia saat itu baru keluar dari Masjid Jami Al Ihsan di Kelapa Gading, Jakarta Utara, selepas menunaikan ibadah Shalat Subuh.

Sejauh ini, Novel masih menjalani perawatan matanya yang tersiram air keras di Singapura. Novel Baswedan merupakan penyidik kepala yang kerap menangani kasus-kasus besar di KPK, di antaranya kasus korupsi pengadaan KTP-el tahun anggaran 2011-2012.

Polda Metro Jaya yang menangani kasus itu sempat menahan beberapa orang terkait penyiraman, tapi seluruhnya telah dilepaskan dengan alasan memiliki alibi kuat. Sejumlah petunjuk, seperti sketsa dan gambar foto yang diserahkan Novel ke kepolisian juga tak berujung penetapan tersangka pelaku.

Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Martinus Sitompul berkali-kali meyakinkan, Polri telah melakukan upaya sedemikian rupa untuk memecahkan kasus tersebut. Polri juga, menurut dia, telah berupaya maksimal. Martinus berdalih, penyidik menemui kesulitan-kesulitan teknis dalam mengungkap kasus ini.

"Minimnya saksi, minimnya alat-alat bukti yang menjadi dasar untuk menangkap, memproses menahan, memproses orang itu, itu kan harus terpenuhi," ujar Martinus. Martinus menegaskan, Polri tidak ingin salah langkah dan gegabah dalam mengungkap kasus ini.

Sejauh ini, Polri telah merilis sketsa salah satu wajah terduga penyerang Novel. Sedangkan untuk pelaku lainnya masih belum terdapat kejelasan. Terakhir, Polri telah meminta bantuan kepada Kepolisian Australia untuk membantu mengidentifikasi wajah di sejumlah CCTV.

Namun, Kepolisian Australia pun tidak lebih dapat membantu. "Yang dari Australia itu kan tidak bisa untuk secara detail menjelaskan wajahnya itu seperti apa itu tadi pertanyaannya, maka kebutuhan kebutuhan akan teknologi itu penting untuk bisa melakukan mengungkap suatu perkara," kata Martinus.

Sedangkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menilai, Presiden Jokowi harus mendapat pandangan pihak-pihak selain Polri terkait kasus Novel. "Bukan sekadar alasan teknis penyidikan seperti yang disampaikan pihak kepolisian," ujar Dahnil yang sejak awal mengawal kasus Novel itu, Jumat (2/11).

Menurut dia, Presiden perlu mendengarkan masukan, data, dan fakta yang ditemukan oleh kelompok masyarakat sipil terkait kasus penyerangan ini. Termasuk juga dari para mantan komisioner KPK yang telah mennyatakan siap menyampaikan data dan fakta temuan-temuan kepada Presiden. Hal itu agar Presiden mendapat gambaran perinci soal apa yang sesungguhnya terjadi di balik insiden tersebut.

Dengan demikian, Presiden Joko Widodo tidak hanya memperoleh informasi dari satu pihak, yakni kapolri. Masyarakat Sipil, lanjut Dahnil, juga telah bekerja mengumpulkan banyak fakta dan data terkait kasus ini. "Jadi, kami berharap Pak Presiden Joko Widodo mau membuka diri menerima masukan dan keterangan fakta, serta data dari masyarakat sipil," ujar dia.

Pada Selasa (31/10) lalu, Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan bertemu dengan mantan pimpinan KPK serta tokoh masyarakat dan pegiat antikorupsi untuk membicarakan usulan pembentukan TGPF kasus Novel.

Pihak KPK meyakini, pembentukan tim tersebut akan sangat membantu penuntasan kasus penyerangan terhadap Novel. "Mereka (TGPF) tidak akan bekerja malah berlawanan dengan polisi, tapi akan membantu polisi. Susunan seperti apa, kita belajar dari yang lalu," kata Agus.

(Arif Satrio Nugroho/Dian Fath Risalah, Tulisan diolah oleh: Fitriyan Zamzami).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement