REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, Pansus angket KPK yang dibentuk oleh DPR bermula dari kesaksian Miryam yang menyatakan ditekan Penyidik KPK, Novel Baswedan. Namun, di persidangan justru yang ditemukan adalah dugaan Miryam ditekan kolega-koleganya di DPR terkait dengan kasus E-KTP.
"Vonis Hakim Tipikor hari ini yang menghukum Miryam lima tahun penjara dan denda 200 juta rupiah, membuktikan bahwa sejak awal Pansus Angket KPK memang berdiri pada pijakan kebohongan Miryam dan terus memproduksi kebohongan-kebohongan baru untuk mendelegitimasi kerja-kerja pemberantasan korupsi untuk membela kawan sejawat," kata Dahnil melalui keterangan tertulis, Senin (13/11).
Dahnil menegaskan, berangkat dari vonis terhadap Miryam ini, apa yang dilakukan oleh DPR adalah jelas upaya obstruction of justice. Mengganggu proses hukum terkait penyidikan kasus korupsi. Menurutnya, persekongkolan sempurna untuk melemahkan KPK ini diduga melibatkan banyak pihak, yang memang tidak mau agenda pemberantasan korupsi di Indonesia berjalan dengan baik.
"Saya sepakat bila banyak yang harus diperbaiki di KPK, khususnya ancaman 'Kuda Troya' yang merusak dari dalam KPK, yang sudah banyak disebut, termasuk oleh Miryam terkait dugaan penyidik yang berkomunikasi intens dengan anggota DPR," ujarnya.
Dahnil menambahkan, termasuk dugaan perusakan barang bukti yang diduga dilakukan oleh dua penyidik KPK asal kepolisian yang sampai dengan detik ini tidak jelas penyelesaiannya. Namun, apa yang dilakukan oleh Pansus Angket KPK justru tidak menyasar masalah itu, mereka justru aktif menyasar Novel Baswedan dan penyidik-penyidik yang sedang menyelesaikan kasus-kasus besar korupsi.
"Jadi, berangkat dari fakta ini saya berulang kali mengingatkan KPK untuk tampil lebih berani baik membersihkan diri dari dalam maupun berani melawan dengan terang dan tegas terkait dengan pelemahan dari luar," tegasnya.