REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter, mengatakan pihaknya meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menetapkan Ketua DPR, Setya Novanto, dalam daftar pencarian orang (DPO). Pihaknya menganggap Novanto tidak bersikap kooperatif selama penanganan kasus korupsi KTP-el.
"Selain memasukkan ke dalam DPO, kami juga mendorong KPK memburu Novanto. KPK dulu juga memburu Nazaruddin sampai ke Bogota (Kolombia)," ujar Lalola kepada wartawan di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (15/11).
Penangkapan Novanto, lanjut dia, sangat penting dilakukan. Sebab, status politisi Partai Golkar itu saat ini sebagai tersangka kasus KTP-el. "Mengingat status ini, Novanto bisa menghilangkan alat bukti," tutur Lalola.
Novanto pun selama ini selalu melakukan upaya perlawanan selama proses penanganan kasus korupsi KTP-el. Bentuk-bentuk perlawanan tersebut berupa selalu absen dalam panggilan-panggilan KPK. "Dia juga melawan lewat PTUN yakni surat cegah, melakukan uji materi UU KPK ke Mahkamah Konstitusi. Terakhir, Novanto kembali mengajukan praperadilan. Tindakan-tindakan ini merupakan bentuk melangkahi hukum," tambah Lalola.
Seperti diketahui, penyidik KPK mendatangi rumah Novanto di Jalan WIjaya XIII Nomo 19, Jakarta Selatan pada Rabu (15/11) malam kemarin. Penyidik datang dengan membawa surat penangkapan terhadap Novanto yang menjadi tersangka dalam kasus KTP elektronik.
Namun hingga Kamis subuh, Ketua DPR itu tidak juga kembali ke kediamannya. Sementara Kuasa Hukum Novanto, Fredrick Yunandi mengatakan penyidik KPK tidak menyita dokumen apapun dari rumah kliennya. Penyidik KPK hanya membawa rekaman CCTV dari rumah Novanto