REPUBLIKA.CO.ID,INDRAMAYU -- Memasuki musim penghujan, produksi garam milik petani di Jabar terhenti. Singkatnya masa produksi pada tahun ini membuat produksi garam masih belum mampu memenuhi kebutuhan.
"Sekarang produksi garam sudah berhenti total," ujar Ketua Asosiasi Petani Garam (Apgasi) Jabar, M Taufik, Kamis(16/11).
Taufik menjelaskan, kondisi cuaca yang cepat berubah membuat masa produksi garam pada tahun ini hanya berlangsung efektif selama kurang lebih dua bulan. Hal itu akhirnya berpengaruh pada produksi garam petani.
Taufik menyebutkan, produksi garam di Jabar pada tahun ini hanya berkisar antara 150 ribu ton sampai 200 ribu ton. Sedangkan kebutuhannya mencapai sekitar 450 ribu ton. Itu berarti, Jabar masih kekurangan garam lebih dari 200 ribu ton.
Untuk menutupi kekurangan garam itu, Taufik mengakui, pemerintah harus bersiap melakukan impor garam konsumsi. Dia menilai, kebijakan impor garam konsumsi itu memang dibutuhkan saat produksi garam petani masih kurang. "Mau tidak mau, suka tidak suka,pemerintah memang harus siap-siap impor garam konsumsi," kata Taufik.
Taufik menyatakan, kebijakan impor garam tersebut harus benar-benar cermat dan disesuaikan waktunya. Menurutnya, keterlambatan impor garam seperti yang terjadi pada tahun lalu akhirnya berdampak pada kelangsungan industri yang berbahan baku garam.
Selain itu, impor garam yang berdekatan dengan panen raya garam juga justru merugikan petani garam. Pasalnya, impor membuat harga garam petani menjadi anjlok.
Sementara itu, seorang petani garam di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Robedi, mengatakan, panen garam terakhir kali dilakukannya pada Senin (13/11). Setelah itu, produksi garam takbisa dilanjutkannya lagi karena terkendala hujan.
"Kalau hujan, ya otomatis produksi garam terhenti," tutur pria yang juga pengurus koperasi petani garam Mutiara Bahari Sejahtera Desa Muntur, Kecamatan Losarang itu.
Robedi menambahkan, kondisi cuaca pada tahun ini memang kurang mendukung untuk produksi garam secara maksimal. Menurutnya, musim kemarau pada tahun ini lebih singkat dibandingkan biasanya sehingga masa produksi garam juga menjadi lebih pendek.
Menurut Robedi, sejak Oktober sampai sekarang, dia pun mengalami beberapa kali gagal panen. Hal itu terjadi akibat hujan yang terkadang turun sejak Oktober lalu. Robedi menyebutkan, produksi garam miliknya pada tahun ini kurang dari 100 ton per hektare. Padahal jika cuaca mendukung, produksi garamnya mencapai lebih dari 100 ton per hektare.
Selain menghambat produksi garam di tambak, tambah Robedi, musim hujan juga menyulitkan pengangkutan garam. Dia mengatakan,garam yang sudah dipanen akhirnya hanya bisa ditumpuk di atas tanggul dan belum bisa diangkut ke pinggir jalan raya.
"Akibat hujan, jalanan di tambakmenjadi licin. Harus menunggu cuaca membaik untuk mengangkutnya," tandas Robedi.