Rabu 19 Jun 2024 08:28 WIB

Konsumsi Garam Orang Indonesia Rata-Rata 2 Kali Lebih Besar dari Batas Rekomendasi

Sebanyak 5 dari 10 orang Indonesia mengonsumsi garam lebih dari 5 gram per hari.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Garam (ilustrasi). WHO menyatakan rata-rata orang Indonesia mengonsumsi garam dua kali lipat lebih besar dari batas rekomendasi.
Foto: www.freepik.com
Garam (ilustrasi). WHO menyatakan rata-rata orang Indonesia mengonsumsi garam dua kali lipat lebih besar dari batas rekomendasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan rata-rata orang Indonesia mengonsumsi garam dua kali lipat lebih besar dari batas rekomendasi. Sebanyak 5 dari 10 orang Indonesia mengonsumsi garam lebih dari 5 gram per hari.

Asupan natrium atau sodium berlebih ini merupakan faktor utama penyebab tekanan darah tinggi di Indonesia. Karena itulah para peneliti menyerukan agar LSSS atau pengganti garam kaya kalium rendah natrium, tersedia untuk meningkatkan kesehatan dan menekan biaya kesehatan. Merujuk penelitian terbaru dari Griffith University telah meneliti dampak dari penggantian garam dapur yang ada saat ini (100 persen natrium klorida) dengan garam rendah natrium di Indonesia.

Baca Juga

Penulis utama dr Leopold Aminde dari Fakultas Kedokteran Griffith University mengatakan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan pengurangan konsumsi natrium di seluruh populasi untuk mengatasi beban tekanan darah tinggi dan penyakit tidak menular. "LSSS terlihat mirip dengan garam dapur dan penelitian menunjukkan bahwa keduanya memiliki rasa yang sama dan sebagian konsumen tidak dapat membedakannya," kata dr Aminde seperti dilansir Science Daily, Rabu (19/6/2024).

Penelitian menunjukkan, dengan menyediakan LSSS akan memberikan dampak positif bagi sistem kesehatan di Indonesia dengan menurunkan tekanan darah, dan mencegah serangan jantung, stroke, dan penyakit ginjal. "Pada akhirnya, hal ini akan mengurangi pengeluaran kesehatan hingga 2 miliar dolar AS atau sekitar (Rp 27,7 triliun) selama 10 tahun, dan merupakan langkah penghematan biaya yang sangat dibutuhkan,” kata dia.

Salah satu penulis dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wahyu Nugraheni, mengatakan masyarakat Indonesia mengonsumsi lebih banyak natrium daripada yang dibutuhkan secara fisiologis. LSSS adalah pilihan yang sangat baik untuk membantu orang mengurangi natrium dalam makanan mereka dengan mudah.

Selama 10 tahun pertama penerapannya, LSSS dapat mencegah hingga 1,5 juta kejadian penyakit kardiovaskular non-fatal dan lebih dari 640 ribu kasus baru penyakit ginjal kronis. "Manfaat kesehatan terbesar kemungkinan akan terlihat pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah," kata dr Aminde.

Tim peneliti berharap temuan ini akan mendorong pemerintah di Indonesia, dan negara-negara lain di dunia, untuk mempertimbangkan reformulasi garam biasa menjadi alternatif LSSS, atau memfasilitasi rantai pasokan untuk memperluas ketersediaan dan keterjangkauan. Makalah bertajuk “Cost-effectiveness analysis of low-sodium potassium-rich salt substitutes in Indonesia: an equity modelling study” telah dipublikasikan di The Lancet Regional Health - Asia Tenggara.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement