REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar (PG), Ace Hasan Syadzily menilai hasil keputusan rapat pleno untuk menunda penggantian Setya Novanto (SN) adalah kompromi terbaik. Keputusan itu untuk menyatukan berbagai macam kepentingan. Penggantian Ketum Golkar sebagai Ketua DPR juga mengharusnkan adanya inkracht atau kekuatan hukum tetap. "Penggantian ketum (Ketua Umum) atau pemberhentian itu mengharuskan adanya inkracht," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/11).
Dia mengatakan ada sebagian anggota DPD I yang menginginkan adanya penyelamatan partai dengan melakukan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Tetapi itu masih belum cukup secara aturan organisasi.
"Kenapa? Karena mesti 2/3 dan karena juga rapat pleno mendengarkan pandangan dari masyarakat, terutama dari internal PG melalui DPD yang menginginkan Pak SN mengundurkan diri dan dilakukan Munaslub," ujarnya.
Keinginan itu menurut dia, juga diakomodasi jika memang proses praperadilan Novanto ternyata ditolak oleh pengadilan. Dia mengatakan di satu sisi, Novanto yang sedang dalam upaya pencarian keadilan yakni melalui praperadilan tidak bisa diabaikan. Tetapi di sisi lain bahwa Partai Beringin juga harus berjalan sesuai dengan mekanisme organisasi dengan cara Munaslub.
Dia menambahkan siapa pun harus menghormati proses hukum. Golkar sama sekali tidak ingin mengabaikan etika publik. Tetapi partai juga harus menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan proses hukum itu juga dijamin di MD3.