REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Hampir semua wanita Muslim di Inggris yang sudah menikah, telah melakukan upacara pernikahan secara tradisional Muslim atau disebut pernikahan agama. Namun, survei menunjukkan bahwa 61 persen di antaranya belum tercatat secara resmi di Kantor Catatan Sipil setempat.
Dari survei itu disebutkan, bahwa enam dari 10 wanita di Inggris yang melakukan pernikahan agama tidak dalam perkawinan yang diakui secara hukum. Dengan demikian, pernikahan itu diangap tidak sah di mata hukum Inggris.
Akibatnya, jika pernikahan tersebut hancur, wanita yang hanya terikat dalam nikah agama tidak mampu pergi ke pengadilan keluarga untuk mendapatkan hak hukum mereka. Para wanita tersebut tidak bisa mendapatkan pembagian harta gono-gini, seperti rumah dan dana pensiun pasangan.
Survei itu dilakukan untuk sebuah film dokumenter Channel 4 yang berjudul 'The Trith About Muslim Marriage', yang disiarkan pada Selasa (21/11). Peneliti wanita Muslim melakukan survei terhadap 923 wanita di 14 kota di Inggris.
Mereka menemukan, bahwa lebih dari tiga perempat responden menginginkan agar pernikahan mereka diakui secara sah berdasarkan hukum Inggris. Karena salah satu konsekuensi pernikahan agama adalah kemudahan bagi suami saat ia menjatuhkan 'talak tiga' atau perceraian instan. Bahkan, jika kata cerai itu diberikan melalui telepon atau media sosial.
Rukshana Noor, seorang konsultan IT, misalnya, ia tidak bisa mengajukan masalah perceraiannya kepada pengadilan keluarga. Hal itu karena ia menikah hanya secara agama. Hakim di pengadilan keluarga di Inggris mengambil titik awal pembagian aset pernikahan dengan imbang 50-50.
Sebagai gantinya, Noor harus pergi ke pengadilan sipil untuk membuktikan kontribusi finansialnya terhadap pembelian rumah bersama tersebut. Proses ini bisa memakan waktu lima tahun dan menghabiskan biaya lebih dari 100 ribu pound.
Seorang pengacara yang mengkhususkan diri dalam hukum keluarga Islam mengatakan, bahwa proposi kaum muda Muslim yang memiliki ikatan pernikahan yang tak sah di mata hukum telah meningkat. Aina Khan, seorang spesialis hukum Islam, lantas meluncurkan sebuah kampanye bertajuk 'Register Our Marriage' pada lima tahun yang lalu.
Kampanye itu mengajak agar wanita Muslim yang telah menikah agama untuk mendaftarkan pernikahan mereka di kantor catatan sipil. Menurut kampanye tersebut, lebih dari 100 ribu orang di Inggris tidak memiliki ikatan perkawinan yang diakui secara hukum. Sementara lebih dari 90 persen masjid tidak mendaftarkan pernikahan agama itu berdasarkan hukum perdata.
"Pengalaman saya selama 25 tahun sebagai pengacara yang fokus pada pernikahan Islam dan perceraian adalah bahwa ini bukan hanya masalah besar, tapi juga masalah yang berkembang. Bukti anekdot saya menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir, proporsi masyarakat di bawah usia 40 tahun yang hanya menikah agama di atas 80 persen," kata Khan kepada the Guardian, seperti dilansir pada Rabu (22/11).
Bana Gora, anggota dari Dewan Wanita Muslim (MWC) yang bermarkas di Bradford, mengatakan bahwa mereka telah menerima telepon setiap harinya dari wanita yang menanyakan tentang hak pernikahan mereka. Bradford memang memproyeksikan untuk memiliki populasi Muslim terbesar di Inggris pada 2030 mendatang. Namun, komunitas itu dinilai rentang terhadap pernikahan yang tidak terdaftar. Karena itu, Dewan Wanita Muslim ini menekankan agar baik pria maupun wanita di komunitas Islam memahami hak-hak mereka.
"Hampir setengah dari telepon ini berasal dari wanita yang terikat dalam pernikahan yang tidak terdaftar," kata Gora.
Di Skotlandia dan Irlandia Utara, pernikahan tidak harus dilakukan di tempat yang terdaftar. Namun, seorang uskup atau pastor, termasuk imam, dapat melakukan pernikahan resmi di manapun. Terdapat lebih dari 3 juta populasi Muslim di Inggris, atau sekitar lima persen dari total populasi.