REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di mana berdiri masjid, di situlah menara menjulang. Ibarat sayur tanpa garam, sebuah masjid tanpa menara seakan kurang afdol. Menara atau orang Barat menyebutnya minaret, tampaknya sudah menjadi elemen penting yang sukar untuk dipisahkan dari arsitektur masjid. Tak heran, jika menara selalu setia mendampingi masjid-masjid besar di seluruh penjuru dunia.
Kehadiran menara yang bertengger kokoh menjulang langit akan semakin menambah kemegahan dan keindahan sebuah masjid. Sejak dulu manusia kerap mengasosiasikan ketinggian dengan superioritas dan kekuatan. Bangsa Prancis dan Amerika, misalnya, membangun menara Eiffel dan gedung pencakar langit New York sebagai simbol kekuatan teknologi.
`'Kehadiran menara pada bangunan masjid merupakan simbol dari peradaban Islam,'' ujar President Islamic Culture Foundation, Cherif Jah Abderrahman. Menurut Abderrahmain, bentuk arsitektur yang paling strategis dan terbaik sebagai penanda kehadiran dan keberadaan Islam di suatu tempat adalah menara.
Sebagai bagian dari simbol peradaban, menara dibangun umat Islam lantaran memiliki fungsi yang amat penting, yakni sebagai tempat untuk mengumandangkan adzan. Sesuai dengan kondisi geografis dan situasi pada zamannya, selain sebagai tempat untuk adzan, beberapa menara yang dibangun juga berfungsi mercusuar atau menara pengintai.
Fungsi tambahan minaret itu biasanya terdapat pada menara-menara masjid yang berada di kota pelabuhan atau tepi sungai. Menara Masjid Ribbat Shushah di Tunisia, misalnya, juga befungsi sebagai sarana pertahanan, karena amat mirip sebuah markas militer. Di era modern, menara tak dijadikan tempat untuk adzan, namun lebih sebagai tempat untuk meletakkan alat pengeras suara.
Lantas sejak kapan sebenarnya umat Islam melengkapi bangunan masjid dengan menara? Menurut sarjana Inggris terkemuka yang mengkaji arsitektur Islam, KAC Creswell, masjid Quba yang dibangun Rasulullah SAW di Madinah tak dilengkapi dengan menara. `'Pada saat Nabi Muhammad belum dikenal menara,'' ungkap Creswell.
Pada era kepemimpinan Khulafa' Ar-Rasyiddin pun, papar Creswell, bangunan masjid belum dilengkapi dengan menara. Semasa Rasulullah SAW hidup, agar gema adzan bisa terdengar sampai jauh, maka sahabat yang biasa menjadi muadzin naik ke atap rumah Nabi. Creswell memaparkan, jejak menara di dunia Islam pertama kali ditemukan di Damaskus mulai tahun 673 M.
`'Menara pertama kali berdiri di samping masjid 41 tahun setelah Nabi Muhammad SAW tutup usia,'' tutur Creswell. Meski begitu, beberapa sarjana mengungkapkan, di rumah Abdullah Ibnu Umar berdiri sebuah tiang. Dari atas tiang itu adzan dikumandangkan adzan sehingga bisa terdengar sampai jauh. Konon, tiang itu masih berdiri hingga abad ke-10 Hijriyah.
Sekitar tahun 703 M atau 91 H, Umar ibnu Abdulazziz juga telah membangun empat menara t di setiap sudut Masjid Nabi. Setiap menara tingginya mencapai sembilan meter. Melalui menara itu, muadzin bisa mengumandangkan panggilan shalat.