Kamis 30 Nov 2017 07:23 WIB

Pelimpahan Berkas Kasus Setnov Terhambat

Rep: Dian Fath Risalah, Umar Mukhtar/ Red: Elba Damhuri
Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto berjalan ke dalam mobil seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/11).
Foto: Mahmud Muhyidin/Republika
Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto berjalan ke dalam mobil seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, berkas penyidikan tersangka kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el Setya Novanto sebenarnya sudah selesai. Namun, pelimpahan berkas ke Pengadilan Tipikor Jakarta terhambat karena adanya pengajuan saksi dan ahli meringankan yang diajukan oleh Ketua DPR itu.

Oleh karena itu, KPK pun harus mengikuti proses praperadilan yang diajukan oleh Novanto pada Kamis (30/11). "Berkas penyidikan sebenarnya sudah selesai, tapi karena yang bersangkutan, hak dia untuk memintakan saksi-saksi meringankan, untuk itu kita harus lakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi tersebut," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/11).

Kuasa hukum Novanto mengajukan sembilan saksi dan lima ahli untuk memberikan keterangan yang meringankan dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu. Namun, sampai saat ini, baru beberapa saksi dan ahli yang hadir, di antaranya politikus Partai Golkar Azis Syamsuddin dan Maman Abdurrahman serta ahli hukum tata negara Margarito Kamis.

Untuk saksi lainnya, lanjut Basaria, penyidik KPK akan kembali memanggilnya. "Sudah diusahakan lagi nanti akan kita coba panggilan lagi sampai tidak mau memberikan keterangan baru," kata dia.

Ia pun memperkirakan pelimpahan berkas perkara Novanto akan segera dilakukan. "Nanti kalau berkasnya sudah lengkap semua, saksi meringankan sudah diperiksa, mungkin tidak dalam waktu lama (pelimpahan berkas)," ujar Basaria.

Saat ini, sambung Basaria, tim biro hukum KPK juga sedang menyiapkan berkas untuk menghadapi praperadilan pada Kamis (30/11) yang sudah diajukan oleh Ketum Partai Golkar Setya Novanto.

Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan, jika berkas perkara atas tersangka Setya Novanto sudah lengkap maka tentu KPK akan melimpahkannya ke pengadilan.

"Kalau memang sudah lengkap, silakan dinaikkan ke pengadilan tipikor. Logikanya adalah kelengkapan, bukan soal menghindari praperadilan," kata dia.

Zainal menambahkan, menyegerakan pelimpahan perkara Novanto ke pengadilan dengan pertimbangan sidang praperadilan yang Ketua DPR itu ajukan bukanlah hal utama. Sebab, baginya, yang terpenting adalah soal kelengkapan berkas perkara. Bila lengkap, berkas dapat dilimpahkan.

Terlebih, soal kekhawatiran terhadap pihak kuasa hukum Novanto yang berupaya mencari celah hukum di praperadilan, menurut dia, hal itu biasa dan tidak ada kaitannya dengan KPK. Sebab, yang namanya pengacara, lanjutnya, tentu mencoba berbagai cara dan upaya.

"Dan KPK juga enggak bisa mengantisipasi karena bukan ranah kewenangan KPK, tapi ranahnya hakim dan peradilan di praperadilan yang menentukan. Apakah harus segera dinaikkan saja ke pengadilan supaya praperadilan gugur, harusnya bukan itu pemikiran utamanya," ujarnya.

Lagi pula, penetapan tersangka Novanto yang dulu dengan yang sekarang tentu memiliki perbedaan. "Jadi, silakan saja kalau mau praperadilan. Soal kalah atau tidak, itu soal lain, yang penting jalan saja prosesnya," tuturnya.

Novanto melalui kuasa hukumnya mengajukan gugatan praperadilan dan sidang akan dimulai pada 30 November. Kuasa hukum Novanto, Fredrich Yunadi, mengaku memiliki senjata untuk mengalahkan KPK di praperadilan.

Ia pun berharap KPK tidak menggugurkan sidang praperadilan yang diajukan dirinya dengan melimpahkan perkara kliennya ke pengadilan.

"Kalau sekarang KPK buru-buru melimpahkan perkara untuk menggugurkan praperadilan, berarti KPK takut. Kalau dia merasa benar, kenapa takut? Kan dia harus buktikan dong bisa menang. Kalau dia takut, berarti ada something dong," ungkapnya.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) khawatir jika kasus Novanto dibawa ke praperadilan untuk yang kedua kalinya. Kekhawatiran muncul setelah ICW melihat rekam jejak hakim tunggal yang ditunjuk Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yaitu Kusno.

"Muncul kekhawatiran Setya Novanto akan menang lagi dalam praperadilan jilid II," ujar Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho.

Saat menjabat sebagai hakim di Pengadilan Pontianak, Kusno tercatat pernah empat kali menjatuhkan vonis bebas dalam kasus korupsi. "Hakim Kusno tercatat pernah membebaskan empat terdakwa kasus korupsi," ungkap Emerson.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement