REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum membicarakan terkait pemanggilan Gubernur Jambi Zumi Zola sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018. "Saya belum dapat informasi mengenai rencana pemeriksaan dari yang bersangkutan," kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di gedung KPK, Jakarta, Senin (4/12).
Namun, ia menyatakan pemanggilan terhadap Zumi Zola bisa saja dilakukan jika penyidik menganggap perlu yang bersangkutan dimintai keterangannya. "Tetapi yang pasti semua pihak yang dianggap perlu untuk dimintai keterangan karena dinilai penyidik memiliki informasi yang dibutuhkan dalam proses penyidikan, ya akan dipanggil," ucap Priharsa.
KPK telah menetapkan empat tersangka terkait kasus tersebut. Diduga sebagai penerima anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 Supriono. Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Plt Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik, Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi Arfan, dan Asisten Daerah Bidang III Provinsi Jambi Saifudin.
Sebelumnya pada Kamis (30/11), KPK menggeledah tiga lokasi di Jambi terkait kasus itu. Antara lain kantor Dinas PUPR Provinsi Jambi, rumah Erwan di Jalan Cemara, dan rumah Arfan di Jalan Kukuh. Penyidik menyita dokumen terkait anggaran dan catatan-catatan keuangan.
Kemudian pada Jumat (1/12), KPK kembali menggeledah tiga lokasi lainnya di Jambi, yaitu kantor DPRD Jambi, kantor Gubernur Jambi, dan kantor Setda Provinsi Jambi. Dari hasil penggeledahan di tiga lokasi itu, KPK menemukan sejumlah dokumen pembahasan anggaran dan catatan-catatan tulisan tangan pihak-pihak tertentu.
Atas hasil temuan dari penggeledahan di beberapa lokasi itu, KPK akan menganalisisnya lebih lanjut. KPK pun menyatakan bahwa penyidik juga menerima pengembalian uang dari salah satu pihak terkait kasus itu sekitar ratusan juta rupiah. Terhadap uang tersebut dilakukan penyitaan.
Total uang yang diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus tersebut sebesar Rp 4,7 miliar. Diduga pemberian uang itu agar anggota DPRD Provinsi Jambi bersedia hadir untuk pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018.
Sebelumnya, diduga sejumlah anggota DPRD berencana tidak hadir dalam rapat pengesahan RAPBD 2018 karena tidak ada jaminan dari pihak Pemprov. Untuk memuluskan proses pengesahan tersebut diduga telah disepakati pencarian uang yang disebut sebagai "uang ketok".
Pencarian uang itu dilakukan pada pihak swasta yang sebelumnya telah menjadi rekanan Pemprov. Pada Selasa (28/11) pagi, anak buah Arfan memberi uang ke Saifudin sejumlah Rp 3 miliar. Kemudian Saifudin memberikan uang itu ke beberapa anggota DPRD dari lintas fraksi dengan rincian pemberian pertama dilakukan di pagi hari sebesar Rp 700 juta, pemberikan kedua di hari yang sama sebesar Rp 600 juta, dan pemberian ketiga Rp 400 juta.
KPK mengamankan Saifudin dan Supriono beberapa saat setelah penyerahan uang Rp 400 juta di sebuah restoran di dekat salah satu rumah sakit di Jambi sekitar pukul 14.00 WIB. Sebagai pihak yang diduga pemberi, Erwan Malik, Arfan, dan Saifudin disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, Supriono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.