REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Juru Bicara Presiden Turki Ibrahim Kalin meminta otortias Amerika Serikat menahan diri terkait pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Dia mengatakan, penetapan ibu kota tersebut merupakan kebijakan yang mengkhawatirkan.
"Kabar pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel sangat mengkhawatirkan, terlebih bertentangan dengan status keagamaan serta sejarah di kawasan, kesepakatan internasional dan keputusan PBB," kata Ibrahim Kalin seperti dikutip Anadolu, Selasa (5/12).
Dia mengatakan, setiap langkah yang diambil bersangkutan dengan penetapan itu merupakan kemunduran dari proses perdamaian di Timur Tengah. Hal itu juga akan menciptakan tensi dan konflik baru di kawasan tersebut.
"Kami harap otoritas AS tidak membuat kesalahan karena menjaga status Yerusalem dan Masjid Al-Aqsa merupakan hal penting," katanya lagi.
Komentar Ibrahim Kalin terlontar setelah niatan Presiden Donald Trump memenuhi janji kampanye untuk memindahkan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Padahal Palestina berniat menjadikan kawasan tersebut sebagai ibu kota mereka di masa depan.
Seorang pejabat senior Palestina meminta Amerika agar menghindari setiap tindakan yang akan mempengaruhi status quo atas Yerusalem. Menurutnya, tindakan itu akan menjadi pelanggaran dan bertolak-belakang dengan peran Pemerintah AS sebagai penengah proses perdamaian sekaligus menutup pintu perundingan.
"Itu akan membatalkan Amerika Serikat dari memainkan peran dalam proses perdamaian dan akan menutup semua pintu bagi perundingan serius, serta akan mendorong seluruh wilayah ini ke dalam ketidak-stabilan dan ketegangan lebih besar," katanya menambahkan.
Baca juga, Komisi I DPR Sambut Baik Rekonsiliasi Hamas dan Fatah.