REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelimpahan surat dakwaan ketua DPR Setya Novanto dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan KTP-elektronik (KTP-el) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak terburu-buru dan sudah sewajarnya. Hal ini ditegaskan oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
"Ini proses biasa saja sebenarnya bukan bagian strategi ini memang kita pikirkan sudah harus dilimpahkan," kata Jaksa Irene Putri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang berlokasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (6/12). JPU KPK hari ini membawa dakwaan dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dalam enam buku yang bila ditumpuk panjangnya sekitar satu meter.
"Karena begini, pelimpahan itu ketika penuntut umum merasa berkas perkaranya yang dilakukan penyidik sudah lengkap, penuntut umum menyatakan berkas perkara sudah lengkap dan penuntut umum sudah menyelesaikan dakwaan dan sekarang kita limpahkan," tambah Irene.
Padahal, Setya Novanto dan pengacaranya sedang mengajukan gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan dengan sidang perdana praperadilan dijadwalkan pada Kamis (7/12). Praperadilan biasanya akan diputus tujuh hari setelah sidang dimulai.
Berdasarkan pasal 82 ayat 1 huruf (d) UU 8 tahun 1981 KUHAP disebutkan dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan praperadilan tersebut gugur. Berdasarkan Putusan MK Nomor 102/PUU-XIII/2015 pengertian "perkara sudah mulai diperiksa" adalah saat pokok perkara disidangkan.
"Jadwal sidang biasanya 3-5 hari setelah pelimpahan, maksimal 7 hari, ini kita tunggu penetapan hakim dan jadwal sidang," ungkap Irene.
Berkas perkara yang dilimpahkan adalah dakwaan, BAP dan sejumlah bukti yang memperkuat perbuatan Setnov dalam perkara korupsi KTP-e ini. Berkas perkara bernomor BP-91/23/11/2017 itu bertuliskan perkara tindak pidana korupsi pengadaan pengadaan penetapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP Elektronik) tahun 2011-2012 Kementerian Dalam Negeri yang diduga dilakukan oleh Setya Novanto bersama-sama dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Irman selaku Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen di Direktorat Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) 2011-2012 dan kawan-kawan.
Tulisan selanjutnya adalah "Atas nama tersangka Setya Novanto (Ketua DPR) yang melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Berkas dakwaan tertuliskan tanggal 22 November 2017.