REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemerintah Korea Utara (Korut) mengatakan, latihan militer besar-besaran yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) merupakan ancaman perang. Negara terisolasi itu nampaknya tak segan menunjukkan kesiapan bahwa perang akan berlangsung di Semenanjung Korea.
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut menyalahkan AS karena membuat kondisi Semenanjung Kore asemakin tidak stabil. Negeri Paman Sam disebut sebagai pihak yang paling mendorong wilayah tersebut menuju ambang perang.
"Pertanyaan yang tersisa saat ini adalah kapan perang akan berakhir?" ujar juru bicara Kementerian Luar NegeriKorut melalui kantor berita KCNA.
Ketegangan di Semenanjung Korea telah meningkat tajam dalam beberapa bulan terakhir. Korut telah kembali melakukan uji coba rudal dan program nuklir di tengah tekanan sanksi internasional yang terus ditingkatkan terhadap negara itu.
Pekan lalu, negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un ini mengatakan, telah melakukan uji coba rudal balistik antar benua yang paling canggih. Rudal itu diklaim benar-benar mampu mencapai daratan AS.
Korut telah berulang kali memicu kemarahan internasional atas serangkaian uji coba rudal dan perangkat nuklir yang dilakukan. Selama ini negara itu mengatakan pengembangan program nuklir merupakan alat pertahanan utama.
Namun, sejumlah negara di kawasan Semenanjung Korea khususnya Korea Selatan (Korsel) dan Jepang terus merasa khawatir karena menjadi ancaman utama serangan rudal dan senjata berbahaya lainnya.
Dewan Keamanan PBB telah memberikan sanksi terhadap Korut atas uji coba dan pengembangan program nuklir yang tercatat pertama kali dilakukan pada 2006. Tak ketinggalan, beberapa waktu lalu dewan juga telah mengeluarkan sebuah resolusi terbaru untuk menekan negara itu dengan memberi sanksi ekonomi pada 5 Agustus. Langkah ini membuat pendapatan ekpor yang dimiliki Korut dapat berkurang hingga 3 miliar dolar AS.