REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang praperadilan Setya Novanto (Setnov) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ditutup Hakim tunggal Kusno Jumat (8/12) sore. Sidang praperadilan akan dilanjutkan, Senin (11/12), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak Setya Novanto dan KPK.
"Nanti senin dilanjutkan mendengarkan keterangan para saksi, hari ini pemeriksaan kelengkapan dokumen dan bukti," kata Hakim Kusno saat menutup sidang praperadilan Setnov.
Sidang praperadilan pada Senin mendatang, lanjut Hakim, akan dimulai pagi pukul 09.00 WIB agar selesai lebih cepat. Kepada pihak Setnov dan KPK Hakim mengimbau menyiapkan para Saksi lebih awal.
Kuasa Hukum Setya Novanto di sidang Praperadilan, Ketut Mulya Arsana mengatakan pihaknya pada Senin mendatang akan menghadirkan tiga saksi ahli. Dua saksi yang dihadirkan, kata dia, dari ahli pidana dan satu ahli tatanegara.
"Ya nanti hanya menjelaskan soal pidana dan tatanegara saja. Kita lihat nanti apa yang dipaparkan," ujar Armana.
Sedangkan pihak KPK rencananya akan menyiapkan lima orang saksi dari ahli yang sama, hukum pidana dan tatanegara. "KPK akan siapkan lima orang saksi mereka dari ahli pidana dan tatanegara juga," ungkap Kabag Litigasi Biro Hukum KPK, Evilaila.
Sebelumnya pada sidang lanjutan praperadilan Setnov di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jumat, (8/12) KPK mempermasalahkan soal bukti dokumen rahasia BPK dan Polisi yang didapat kuasa hukum Setnov. "Surat itu rahasia kenapa bisa sampai di tangan kuasa hukum Setnov walaupun hanya kopiannya. Siapa yang membocorkan itu," tegas Evilaila.
Hal ini pun ia tanyakan kepada Hakim Kusno. Surat rahasia yang dimaksud KPK itu adalah surat laporan hasil pemeriksaan BPK dan surat usul pemberhentian yang dialamatkan ke Polisi. Ketika dikonfrontir ke Kuasa Hukum Setnov, Ketut Mulya Arsana, ia mengklaim kopian surat ke BPK itu dari sidang praperadilan Setnov pertama.
Surat itu, menurut Arsana juga dipermasalahkan di praperadilan pertama. Kemudian kuasa hukum menghindari di praperadilan kedua, dengan mengajukan secara resmi ke BPK dan mendapatkan persetujuan langsung dari BPK.
Sedangkan surat yang polisi, ia mengaku mendapatkannya dari beberapa sidang diantaranya sidang mantan Dirjen Pajak, Hadi Purnomo. Jadi menurutnya tidak perlu dipermasalahkan lagi, karena dokumen itupun pernah keluar di persidangan Hadi Purnomo.