REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pernyataan Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel memicu gelombang aksi massa, termasuk di Indonesia.
Dalam aksi di depan Kedubes AS, salah satu perwakilan pengunjuk rasa diizinkan masuk ke Kedubes AS untuk ajukan tuntutan. "Perwakilan pengunjuk rasa diterima oleh Kedutaan Amerika bagian politik, yang diantar oleh Kapolres Jakarta Pusat," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Jumat (8/12).
Perwakilan pengunjuk rasa itu menyerahkan tuntutan untuk Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Belum ada jawaban secara langsung dari pihak Dubes lantaran tuntutan tersebut akan dikirim segera ke Amerika Serikat secara langsung. Karena tuntutan ditujukan untuk Donald Trump.
"Di sana mereka menyampaikan tuntutan mengecam adanya pernyataan Presiden Amerika Serikat. Nanti kan dikirim ke Amerika, kan untuk Presiden-nya, tuntutannya untuk Presiden Amerika," tutur Argo.
Aksi tersebut berjalan lancar. Menurut Argo ketika ia datang ke lokasi tersebut, ada 40 orang yang yang datang berasal dari komunitas PPP. Kemudian setelah shalat Jumat, datang juga elemen dari Nahdlatul Ulama (NU) dan dari elemen lainnya, hingga massa diperkirakan ada sekitar 500 orang. "Belum ada konfirmasi lagi untuk aksi kedua," ujar Argo.
Trump telah mengumumkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Rabu (6/12). "Sudah waktunya mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," katanya ketika membuat pengumuman di Gedung Putih.
Keputusan ini segera ditolak dan dikritik oleh dunia internasional, terutama negara-negara Arab. Keputusan Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dinilai sebagai sebuah kesalahan fatal dan jelas melanggar kesepakatan dan resolusi internasional.
Pada Desember 2016, Dewan Keamanan PBB mengadopsi sebuah resolusi berkaitan dengan Yerusalem. Resolusi tersebut berbunyi, PBB tak akan mengakui adanya perubahan pada batas 4 Juni 1967, termasuk mengenai Yerusalem, selain yang disetujui oleh para pihak melalui perundingan. Resolusi ini disepakati oleh 14 suara anggota. Adapun mantan presiden AS Barack Obama kala itu lebih memilih absen.