Sabtu 09 Dec 2017 12:42 WIB

Problem Utama di Yerusalem adalah Politik

Rep: Muhyiddin/ Red: Joko Sadewo
Unjuk rasa menentang putusan Amerika mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel di Mogadishu, Somalia, Jumat (8/12).
Foto: Farah Abdi Warsameh/AP
Unjuk rasa menentang putusan Amerika mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel di Mogadishu, Somalia, Jumat (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Persoalan yang terjadi di Yerusalem terdapat persoalan politik dan keyakinan. Namun yang paling dominan adalah masalah politik.

Hal ini disampaikan Penuis buku 'Satu Kota Tiga Tuhan: Deskripsi Jurnalistik di Yerussalem’ Taufiqulhadi. “Menurut saya yang nyata adalah problem politik. Sedangkan persoalan agama itu kita tidak bisa kemudian mencari sebuah rujukan yang sangat ilmiah, karena itu berkaitan dengan keyakinan,” kata anggota DPR ini, saat  diskusi dengan topik 'Kotak Pendora Itu Bernama Yerussalem’, di Jakarta, Sabtu (9/12)

Taufiqulhadi mengatakan dalam persoalan keyakinan bisa saja antara umat Yahudi atau pun Islam bisa saling mengklaim. Namun, menurut dia, saat ini yang penting untuk ditelusuri dan dipelajari adalah terkait kondisi politik di Yerusalem.

Saat ini, ungkap dia, Israel sendiri tengah melakukan berbagai upaya politik agar Palestina diakui oleh dunia Internasional sebagai daerah kekuasaannya. Misalnya, dengan cara memperbanyak daerah pemukiman Yahudi di Yerussalem. 

Yahudi memainkan strategi menguasai Palestina denganmenciptakan fakta-fakta di lapangan. Misalnya daerah pendudukan saat ini dipenuhi dengan pemukim Yahudi, katanya.

Bahkan, Israel berniat untuk membangun sekitar 15.000 rumah di Yerusalem. Dengan demikian, saat berada dalam perundingan, Israel mendapat keuntungan dengan melihat fakta di lapangan. Di dalam perundingan-perundingan itu dia ingin mengambil keuntungan fakta di lapangan. 

"Jadi, problem sekarang dengan Yerusalem menurut saya adalah problem politik," jelasnya.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement