REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah menaruh beban jabatan Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo merasa merdeka. Menurutnya, amanah untuk memimpin 400 ribu prajurit bukanlah hal yang mudah. "Merdeka. Semua beban sudah lepas semuanya. Mungkin rekan-rekan tidak merasakan bagaimana kita diberi amanah untuk memimpin 400 ribu prajurit yang tersebar di mana-mana. Ini bukan suatu hal yang mudah," terang Gatot kepada awak media di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu (9/12).
Dengan diserahkannya jabatan Panglima TNI kepada Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, ia merasa bersyukur. Tugas-tugas yang diembannya sebagai Panglima TNI selama kurang lebih dua tahun lima bulan sudah selesai. "Saya bersyukur ini sudah selesai semuanya dan sudah saya serahkan ke Pak Hadi. Berdasarkan pengalaman 36 tahun saya (jadi prajurit) mengamati, Pak Hadi pasti mampu," kata Gatot.
Terkait cepatnya proses pergantian Panglima TNI, Gatot menjawab, ada beberapa hal yang perlu dipahami. Secara de facto dan de jure, kata dia, pada saat Presiden Joko Widodo melantik Hadi, mantan Kepala Sraf Angkatan Udara (KSAU) itu sudah menjadi Panglima TNI. "Makanya saya datang ke sini tidak dengan warna merah. Panglima sudah Pak Hadi," tutur Gatot sembari menunjuk tanda kepangkatan berbintang empat di pundaknya.
Kemudian, lanjut Gatot, pergantian Panglima TNI biasanya hanya beda setahun atau dua tahun angkatan di akademinya. Namun, kali ini, antara Gatot dengan Hadi berbeda angkatan hingga empat tahun. "Di akademi itu sangat sungkan sekali. Maka agar tidak terjadi kegamangan, saya menyerahkan hari ini secepatnya. Ingat, ancaman tantangan tidak memberi tahu kalau dia datang," ujar dia.
Menurut Gatot, kondisi dualisme akan membuat kegamangan. Kegamangan tersebut sangatlah berbahaya. Maka dari itu pergantian Panglima TNI segera dilakukan. "Tidak ada nuansa politik atau nuansa apa-apa. Hanya agar organisasi ini berjalan dengan baik," jelas dia.