REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pada awalnya, pengetahuan tentang anatomi telinga, hidung, dan tenggorokan begitu terbatas. Mekanisme pendengaran dan fonasi (proses bersuara) juga masih asing. Dalam hal ini, apresiasi layak diberikan kepada Rhazes, Ibnu Sina, Ali Ibnu Abbas, Abdul Latif al-Baghdadi, Ibnu al-Baladi, Avinzoar, Abulcasis, dan Ibnu al-Nafis yang menulis secara detail mengenai anatomi dan fisiologi THT.
Mereka menuliskan bab khusus tentang ketiga organ tersebut dalam buku-buku mereka. Buku-buku tersebut antara lain al-Hawy karya Rhazes, The Canon oleh Ibnu Sina, al-Kitab el-Malaky oleh Ali Ibnu Abbas, The Compendium in Medicine oleh al-Baghdadi, The Care of Pregnant Women, Infants and Children karya Ibnu al-Baladi, Al-Tayseer oleh Avinzoar, Al-Tassrif oleh Abulcasis, serta Al-Shamel Fi Sinaat Al-Tibb karya Ibnu al-Nafis.
Anatomi telinga dideskripsikan dengan sangat baik oleh Ibnu Sina. Daun telinga memiliki saluran untuk mengumpulkan gelombang suara. Saluran telinga luar memiliki saluran melengkung untuk melindungi gendang telinga dan menjaga bagian telinga luar tetap hangat. Ini menunjukkan pentingnya menggunakan tetes telinga yang hangat saat terapi.
Gendang telinga sendiri merupakan membran tipis yang merespons gelombang suara. Ibnu Sina juga merupakan ilmuwan pertama yang menjelaskan bahwa proses mendengar adalah proses diterimanya gelombang suara oleh gendang telinga.
Anatomi faring dan laring juga dijelaskan terperinci oleh Ibnu Sina. Ia menjelaskan kartilago, ligamen, sendi, dan otot yang melekat pada laring. Ibnu Sina juga mengidentifikasi peran faring dan laring dalam fungsi laringeal berbeda.
Ali Abbas al-Baghdadi dan Ibnu al-Nafis merupakan pelopor yang mengoreksi kesalahan pendapat sebelumnya bahwa wajah dan telinga memiliki saraf tunggal yang sama. Mereka membuktikan bahwa wajah dan telinga memiliki dua saraf terpisah.
Ibnu Sidah, ilmuwan dan ahli linguistik yang hidup di abad 10 , menulis sebuah buku berjudul al-Mokhassus yang menjabarkan teknik pidato dan bernyanyi. Ia menjelaskan karakter, tingkat, dan tipe suara manusia. Ia bahkan menambahkan beberapa istilah saintifik untuk mendefinisikan intonasi suara, ritme, senandung, repetisi, dan resonansi.
Ia membuat klasifikasi antara suara merdu, serak, dan melankolis. Studi fonetik lanjutan didalami al-Faraby yang dikenal sebagai filsuf abad 10 yang menulis buku The Great Musician.
Pembahasan penting soal ini juga didapati dari tulisan karya Safa Bersaudara. Mereka adalah sekelompok filsuf Arab yang menulis sejumlah buku seputar pidato dan berbagai topik lain. Mereka menjelaskan tentang suara, pidato dan bahasa. Studi mereka bisa dikatakan sarat kandungan sains murni dan turut menbentuk sains fonetik masa kini.