REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Program Pasca Sarjana dan Doktor Universitas Sumatera Utara Mahmud Mulyadi mengatakan sidang praperadilan Setya Novanto dapat gugur saat Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah membuka sidang.
"Kalau saya mengatakan sidang pertama itu adalah ketika sidang pertama kali dibuka. Ketika majelis hakim membuka sidang pertama," kata Mahmud di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (Mahmud Mulyadi merupakan ahli yang dihadirkan pihak KPK dalam lanjutan sidang praperadilan Setya Novanto.
Ia pun menyatakan jika Majelis Hakim telah membuka sidang maka itu sudah masuk pada sidang pertama pokok perkara. "Kan biasanya sidang dibuka untuk umum kemudian ditanya para pihak hadir apa tidak? Suruh panggil pihak terdakwa dan sebagainya," kata Mahmud.
Namun, kata dia, apabila terjadi penundaan karena ketidakhadiran terdakwa maka sidang selanjutnya bukan lagi sidang pertama. "Penundaan itu penundaan apa? Penundaan sidang pertama atau penundaan pembacaan surat dakwaan? Kalau sudah pertama dibuka sudah masuk sidang pertama, tinggal agendanya penundaan. Jadi, kalau ditunda seminggu kemudian maka itu sudah sidang kedua," tuturnya.
Menurut Mahmud, sekalipun surat dakwaan terkait perkara korupsi proyek KTP-el tidak jadi dibacakan, tetapi sidang telah dibuka hakim, secara otomatis praperadilan akan gugur. Apabila ada permohonan penundaan pembacaan dakwaan, hari sidang berikutnya adalah sidang kedua.
Sebelumnya, sidang perdana Setya Novanto dalam perkara korupsi pengadaan KTP-elektronik diagendakan berlangsung 13 Desember 2017, sehari sebelum putusan permohonan praperadilan diajukan Setya Novanto. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Kusno akan menggelar lanjutan sidang praperadilan Novanto pada Rabu (13/12) dengan agenda pemeriksaan ahli dari pihak KPK kembali.
Novanto ditetapkan kembali menjadi tersangka kasus korupsi KTP-el pada Jumat (10/11) dan disangkakan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.