Senin 18 Dec 2017 06:45 WIB

Setya Novanto Kejar Nama-Nama Politikus yang Hilang

Rep: Santi Sopia/ Red: Elba Damhuri
Terdakwa kasus dugaan korupsi KTP elektronik Setya Novanto memasuki ruangan pada sidang perdana  di gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus dugaan korupsi KTP elektronik Setya Novanto memasuki ruangan pada sidang perdana di gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara terdakwa korupsi KTP elektronik Setya Novanto, Maqdir Ismail, mempermasalahkan nama-nama politikus yang tiba-tiba hilang dalam surat dakwaan KPK. Menurut dia, justru karena pihaknya sangat fokus dengan perkara Novanto, sehingga mempersoalkan ada nama yang hilang dari dakwaan ini ketika dibandingkan dakwaan yang lain.

"Yang hilang namanya bukan hanya politikus PDIP, tetapi ada Golkar, Demokrat, dan partai lain," kata Maqdir kepada Republika, Ahad (18/12).

Kuasa hukum Novanto akan membuat perbandingan fakta yang nantinya akan disampaikan dalam eksepsi. Dia mengatakan, dalam perkara Novanto, kerugian keuangan negaranya sama besarnya dengan perkara dua terpidana Irman dan Sugiharto. Namun, kata dia, dalam perkara Irman dan Sugiharto, yang mendapatkan keuntungan mencakup banyak orang dan nilainya mencapai ratusan miliar.

Sedangkan dalam perkara Novanto, nama penerima malah hilang. Ini, menurut dia, dapat berarti memang orang-orang itu tidak pernah menerima uang. Kalau ini benar, menurut dia, berarti kerugian keuangan negara yang dihitung oleh BPKP menjadi tidak benar dan orang yang diuntungkan juga tidak benar.

Artinya, dakwaan ini tidak benar, pengadilan harus membatalkan dakwaan ini. "Menyusun surat dakwaan itu ada ketentuan dan pedomannya yang diatur dalam ketentuan yang pernah dibuat oleh Kejaksaan Agung," katanya.

Dia menambahkan, beberapa ketentuan yang masih berlaku, seperti Buku Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung RI, April 1985. Lalu, ada Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia No: SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan, Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum kepada Kepala Kejaksaan Tinggi di Seluruh Indonesia tertanggal 22 November 1993 No. B-607/E/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan.

Menjadi lebih tidak masuk di akal, kata dia, nama Novanto tidak disebut sebagai penerima uang dalam perkara Irman, Sugihati. Namun, dalam perkara Novanto, kliennya disebut menerima 7,3 juta dolar AS.

Ini mengartikan ada kelebihan kerugian kalau ditambah dengan yang disebut dalam dakwaan Novanto. Maka, kata dia, pada dakwaan KPK, bukan hanya nama orang yang menjadi terdakwa yang tidak konsisten, tapi materi dari dakwaan ini juga tida konsisten.

Sementara, penasehat KPK Budi Santoso mengatakan persidangan perkara terdakwa korupsi KTP-el baru dimulai. Dia menyebutkan, tinggal tunggu saja persidangan sampai tuntas. "Intinya kita tunggu pembuktian di persidangan, itu saja dulu," kata dia, Ahad (18/12).

Dia mengatakan, apabila ada permintaan pembentukan komite etik di KPK itu tidak ada korelasinya. Budi mengaku enggan berkomentar lebih jauh terkait raibnya nama-nama politikus pada dakwaan kasus KTP-el. Sebab sebagai penasihat, menurut dia, tidak berkewenangan memberi tanggapan mengenai kasus.

"Yang penting kasus disidangkan, beri kesemparan jaksa memuktikan dakwaannya, proses berlangsung, temen-temen di tim kerja dulu saja," katanya.

Sebelumnya, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, hilangnya nama tiga politikus PDIP, yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menkumham Yasonna H Laoly, dan Bendahara Umum PDIP Olly Dondokambey karena KPK fokus membuktikan keterlibatan Novanto dalam megaproyek yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut. Saat ini, KPK fokus membuktikan dan lebih menjelaskan perbuatan-perbuatan apa yang diduga dilakukan oleh Setya Novanto. 

(PengolaH: muhammad hafil).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement