REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia, banyak yang belum bergelar sarjana. Dari 552.894 guru PAUD di Indonesia, yang sudah berkualifikasi sarjana hanya 47,79 persen. Jadi, sisanya sekitar 52 persen masih lulusan SMA.
Menurut Kepala PP PAUD dan Dikmas Jawa Barat, M Hasbi, untuk menghadirkan standar PAUD yang berkualitas dibutuhkan sumber daya manusia yang juga memiliki kualitas. Namun, berdasarkan pemetaan guru PAUD yang ada saat ini masih minim guru begelar sarjana, namun tidak sedikit yang bergelar sarjana non kependidikan, sehingga tidak memiliki latar belakang ilmu yang relevan dengan bidang tersebut.
"Maka kita berupaya bagaimana agar anak-anak kita ini bisa dipercayakan kepada guru PAUD yang kompeten, salah satunya dengan meningkatkan kualifikasi dan kompetensi mereka dengan pendidikan dan pelatihan. Sehingga mereka bisa memberikan pelajaran yang berkualitas bagi anak didik kita," ujarnya.
Salah satu kendala yang dihadapi yaitu, keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah untuk mendukung PAUD dan Dikmat. Selain itu, penyebaran guru-guru PAUD yang berlokasi di daerah-daerah peloso. Ketiga, sulitnya memperoleh konten pembelajaran terkini yang di luncurkan pemerintah.
Setelah mempelajari hal tersebut, maka teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi solusi yang paling memungkinkan dari permasalahan selama ini.
Oleh sebab itu, sejak tahun 2015, pihaknya telah memulai melakukan intervensi TIK untuk meningkatkan kompetensi guru-guru PAUD di Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Melalui diklat pendidikan daring.
Pada 2018, ditargetkan 10 ribu tenaga pendidik baru berkualifikasi yang lahir dari program diklat seperti ini.
"Undang-undang memang mengatakan guru PAUD harus sarjana, sebelum bergelar sarjana, kita upayakan kompetensinya sebelum kualifikasinya. Saat ini kita sudah merancang sebuah program yang bernama rekognisi validasi dan sertifikasi," katanya.