REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maqdir Ismail, kuasa hukum Setya Novanto menyatakan pihaknya masih menyusun eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara tindak pidana korupsi KTP-elekteronik (KTP-el).
"Belum, diusahakan malam ini selesai," kata Maqdir saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (19/12).
Lebih lanjut, ia menyatakan salah satu yang dipermasalahkan dalam eksepsi itu terkait perbedaan nama-nama yang diuntungkan dalam proyek KTP-el tersebut pada surat dakwaan Novanto. "Itu soal perbedaan. Nama-nama orang yang didakwa bersama-sama, ada perbedaan nama-nama orang yang disebut menerima, yang diuntungkan dalam proyek itu," ungkap Maqdir.
Ia mempertanyakan soal adanya beberapa nama yang menghilang diduga sebagai pihak penerima proyek KTP-el itu dalam dakwaan Novanto. "Kenapa di dalam dakwaan perkaranya Irman disebut sejumlah nama sebagai penerima tetapi kok diperkara yang lain jadi hilang. Sementara mereka ini didakwa bersama-sama," ucap Maqdir.
Adapun mereka yang dimaksud Maqdir itu adalah Irman dan Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, dan Setya Novanto. "Kalau orang didakwa bersama-sama, titik komanya pun harus sama, tidak boleh ada ada berbeda. Saya tidak tahu kecuali kalau ada aturan baru. Aturan baru surat dakwaan itu kalau orangnya didakwa bersama-sama boleh beda-beda. Sepanjang pengetahuan saya, hukum acara kita ini dalam praktiknya kalau orang didakwa bersama-sama, uraian surat dakwaan itu harus sama," tuturnya.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menggelar sidang perdana pembacaan dakwaan perkara korupsi pengadaan KTP-el dengan terdakwa Setya Novanto pada Rabu (13/12) walaupun sempat diskors tiga kali. Pembacaan dakwaan akhirnya dilakukan pada pukul 17.10 WIB, sedangkan jadwal awalnya pukul 09.00 WIB.
Keputusan majelis itu setelah menghadirkan seorang dokter KPK, tiga dokter RSCM, dan satu perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk menyampaikan hasil pemeriksaan terhadap Novanto karena Novanto tidak mampu menyampaikan identitas dirinya. Penasihat Hukum juga sudah menghadirkan dokter dari RSPAD pada jeda pukul 11.30 WIB, namun Novanto menolak diperiksa dengan alasan dokter tersebut adalah dokter umum, bukan dokter spesialis.
"Permintaan kami ke beliau untuk angkat tangan bisa, menjulurkan lidah bisa, jadi artinya dalam keadaan baik, saat ditanya sakit kepala tidak, dijawab tidak. Waktu saya periksa saya tanya keluhan, beliau mengatakan kemarin ada perasaan berdebar-debar jadi pertayaan dijawab dengan baik dan jelas," kata dr Freedy Sitorus SPS(K) dari RSCM.
Novanto didakwa mendapat keuntungan 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-el. Dalam perkara ini, Novanto didakwakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.