REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Shekh Mohammad Mutawalli Sya’rawi dalam Untaian Kisah-Kisah Qurani dalam
Surat Al-Kahfi menjelaskan, kisah Ashabul Kahfi memiliki mutiara hikmah yang tak lekang hingga akhir zaman. Allah SWT dapat menjadikan gua yang notabene tempat sempit di mana seseorang tidak bisa berlama-lama tinggal di dalamnya sebagai tempat tidur para pemuda beriman, bahkan hingga ratusan tahun.
Allah menginginkan agar manusia menyadari, gua sempit menurut pemikirannya bisa menjadi lapang berdasarkan kuasa-Nya. Anugerah Tuhan membuat tempat sesempit itu terasa luas dan lapang sehingga mereka bisa leluasa
di dalamnya.
“Kenyataan ini mengingatkan kita bahwa setiap orang yang lari menyelamatkan agamanya ke suatu tempat di luar wilayahnya betapa pun sempitnya tempat itu akan terasa luas dan lapang berkat rahmat Tuhan. Jika dia di tempat itu kesulitan rezeki, Allah akan membuka pintu-pintu rezeki baginya sehingga dia merasakan dirinya sebagai orang
terkaya,” tulis Syekh Sya’rawi.
Lebih lanjut, sang syekh menjelaskan bahwa tidur yang dialami para penghuni gua merupakan fenomena kekuasaan Allah SWT. Untuk ukuran manusia normal, tidur akan dialami setengah hari hingga sehari. Itulah pertanyaan yang mereka katakan saat pertama kali dibangunkan Allah SWT kepada sesama mereka.
“Demikianlah Kami bangunkan mereka agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, ‘Sudah berapa lamakah kamu tinggal disini?’ Mereka menjawab, ‘Kita berada di sini sehari atau setengah hari’.” (QS al-Kahfi :19).
Shekh Sya’rawi menjelaskan, Allah SWT sudah menahan pengaruh waktu terhadap para penghuni gua. Mereka pun
berada di luar dimensi waktu sehingga tidak merasakan lamanya waktu yang telah berlalu selama mereka tidur. Padahal, Alquran mengungkapkan bahwa mereka sudah tidur selama 300 tahun ditambah sembilan tahun lagi.
Lazimnya, manusia yang sedang tidur tidak mengetahui sudah berapa lama dia sudah tertidur. Dia baru akan tahu saat terbangun setelah melihat ukuran waktu dari cahaya matahari, gelapnya malam, atau arah jarum jam.
Para penghuni gua pun seharusnya mengetahui waktu tersebut saat terbangun. Normalnya mereka bisa
melihat dari fisik yang sudah renta, rambut putih karena beruban, dan fisik yang sudah lemah.
Hanya, Allah SWT meniadakan standar waktu bagi fisik mereka. Para pemuda itu pun tak merasa ada perubahan saat terbangun dan melihat wajah temannya. Mereka pun meyakini bahwa lamanya tidur hanya berlalu beberapa saat.
Mereka baru mengetahui bahwa tidur mereka sudah begitu lama saat menyambangi pasar dengan membawa koin perak. “… Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu..” Wallahu a’lam.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook