REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat penularan penyakit difteri tidak mengenal usia dan semua bisa terpapar. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Mohamad Subuh mengatakan, range penyakit ini sangat lebar.Difteri tidak mengenal usia, status ekonomi, tempat tinggal di kampung atau kota, hingga pendidikan.
"Jadi, bukan hal yang aneh (kalau manusia dewasa terinfeksi diferi) karena semua orang bisa terpapar," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (21/12).
Ia menyebutkan, Kemenkes memiliki data penderita yang paling muda 4 bulan dan tertua 82 tahun. Namun, proporsi usia yang terbesar terpapar adalah umur 5-9 tahun yaitu 33 persen. Untuk itu, kata dia, yang menjadi prioritas Kemenkes untuk mendapatkan Outbreak Response Immunization (ORI)yaitu pemberian imunisasi setelah mendapat laporan kejadian luar biasa (KLB) difteri yaituyang berada di usia 1-18 tahun.
"Karena secara proporsi mereka paling banyak terkena. Sedangkan yang berusia diatas 18 tahun silakan mandiri (membayar sendiri untuk mendapatkan imunisasi)," ujarnya.
Bukannya tidak boleh, kata dia, perlu diingat bahwa pemerintah memiliki keterbatasan vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT).
"Kami selektif mana yang perlu ditangani dulu," ujarnya.
Meski demikian, ia mengklaim stok vaksin cukup untuk umur 1-18 tahun yaitu 12 juta dosis. Dengan ORI diharapkan semua terlindungi.
Disinggung mengenai harga vaksin DPT yang mahal, Subuh enggan berkomentar banyak. Seharusnya itu tidak terjadi karena vaksin hanya dilakukan 10 tahun sekali.
"Itu bisa dikoordinasikan organisasinya, kalau bekerja di kantor ayo sama-sama (membayar untuk mendapat vaksin DPT)," katanya.