REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai, sejumlah guru dan kepala sekolah masih gagap dalam menangani kekerasan di sekolah. Untuk itu, FSGI menganggap perlu adanya pelatihan cara mencegah dan menanggulangi kekerasan di sekolah kepada guru.
"Kekerasan di dunia pendidikan ini saya kira semakin masif dan mengerikan," ungkap Dewan Pengawas FSGI Retno Listyarti di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Menteng, Selasa (26/12).
Dia menuturkan, bentuk kekerasan di sekolah di berbagai daerah masih belum bisa diredam. Bahkan, sejumlah guru menganggap, pukulan atau kekerasan dalam bentuk fisik sebagai suatu hal yang biasa. Padahal, kekerasan sama sekali tidak mengedukasi siswa.
"Jadi setelah saya menangani beberapa kasus kekerasan di berbagai daerah, saya melihat bahwa sejumlah guru masih ada yang berpikir pukulan itu jadi tidak ada. Lah bagaimana pendidikan bisa lebih baik kalau stigma itu masih ada pada guru?" Jelas Retno.
Selain itu, Retno yang juga menjabat sebagai Komisioner Bidang Pendidikan di Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong realisasi sekolah yang ramah anak di Indonesia. Sebab dengan begitu dia menyakini, bentuk kekerasan pada anak bisa ditekan.
Dia menyebutkan, tren kasus anak yang menjadi korban dan pelaku kasus perlindungan anak di KPAI dalam klaster pendidikan per Desember 2017 cenderung menurun. Pada tahun 2016 kasus kekerasan pada anak mencapai 429 kasus, dan pada 2017 mencapai 362 kasus.
Namun, meski ada penurunan jumlah kasus, hal itu tidak menunjukkan sistem pendidikan di Indonesia telah ramah anak. "Kita semua harus tetap memberikan pengawasan ekstra terhadap anak, salahsatunya dengan merealisasikan program ramah anak dan pelatihan guru," jelas Retno.