REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta menyelenggarakan seminar catatan akhir tahun Islam di Ibukota 2017 di Kantor Harian Republika pada Rabu (27/12). Komisi Litbang MUI Provinsi DKI Jakarta yang menjadi narasumber seminar menilai fenomena yang terjadi di 2017 merupakan kelanjutan dari 2016. Akibat fenomena tersebut muncul semangat kejamaahan untuk mencari pemimpin struktural dan kultural.
"Di Jakarta ini ada fenomena yang sangat menarik, baru kali ini terjadi ada calon gubernur dari orang non Muslim dan itu direspon sangat luar biasa oleh warga Jakarta," kata Ketua Komisi Litbang MUI Provinsi DKI Jakarta, KH A Ahmad Syafi'i Mufid kepada Republika, Rabu (27/12).
(Baca juga: Jakarta dan Islam tidak Bisa Dipisahkan)
KH Syafi'i mengatakan, kemudian calon gubernur tersebut mengutip ayat suci Alquran Surat Al Maidah Ayat 51. Sehingga membuat ada dugaan penodaan agama oleh calon gubernur. Kemudian, dugaan tersebut terbukti di pengadilan bahwa yang bersangkutan melakukan penodaan agama. Sehingga pada akhirnya dipenjarakan.
Ia menerangkan, fenomena ini telah membangkitkan semangat umat Islam dari Oktober, November dan Desember. Puncaknya Aksi 212 pada Desember 2016. "Itulah yang saya katakan munculnya semangat kejamaahan, untuk memperoleh pemimpin," ujarnya.
Ia menjelaskan, umat ingin pemimpin struktural yaitu gubernur dan pemimpin kultural yaitu imam. Hal ini kemudian menjadi gerakan yang masif di Jakarta. Kemudian, berdampak pada kemenangan umat Islam di 2017 untuk mendapatkan gubernur dari kalangan Muslim.
Ia menambahkan, semangat umat terus dipelihara kemudian dikembangkan menjadi gerakan ekonomi umat. Berwujud 212 Mart, itulah gerakan kejamaahan yang diwujudkan dalam gerakan ekonomi. Gerakan kejamaahan juga kemudian berwujud gerakan Indonesia sholat subuh berjamaah dan gerakan-gerakan lainnya.
"Itu berdampak kepada umat Islam di luar Jakarta, semangat kaya ini muncul akibat dari kondisi 2016 dan 2017 di Jakarta," ujarnya.