Sabtu 30 Dec 2017 05:30 WIB

Kawan dari Sarang Lawan

Pemimpin yang berilmu (Ilustrasi)
Foto: Wordpress.com
Pemimpin yang berilmu (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — OLEH H KARMAN

Seorang Muslim dibolehkan untuk membalas keburukan orang lain, asalkan sepadan. Jika dipukul satu kali, boleh membalas dengan satu kali pukulan lagi, tidak boleh melampaui. Sebab, jika melampaui, bisa dikategorikan sebagai perbuatan zalim. Namun demikian, cara merespons keburukan seperti itu tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan menambah masalah.

Walaupun dibolehkan membalas ke burukan dengan keburukan yang sepadan, seorang Muslim diberi pilihan yang lebih baik, yaitu memaafkan dan membalas dengan kebaikan. Hal tersebut ditegaskan dalam firman Allah SWT, Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan)Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (QS asy-Syura [42]: 40).

Memaafkan adalah salah satu indikator ketakwaan (QS Ali Imran [3]: 134) dan orang takwa adalah yang paling mulia di sisi Allah (QS al-Hujurat [49]:13). Oleh karena itu, memaafkan ter masuk salah satu akhlak mulia (akhlak karimah). Siapa pun yang memiliki akhlak ini dan mengimplementasikannya dalam kehidupan pasti akan mendapatkan kemuliaan, baik di sisi Allah maupun di hadapan manusia, dan dapat menyelesaikan masalah tanpa masalah.

Hal tersebut ditegaskan oleh Nabi SAW, Tidaklah seorang hamba dizalimi dengan satu kezaliman kemudian ia bersabar (memaafkan) kecuali Allah akan menambah kemuliaan kepadanya. (HR at-Tirmidzi).

Membalas keburukan dengan kebaikan merupakan akhlak agung (akhlak azhimah) dan merupakan akhlak para nabi, khususnya Nabi Muhammad SAW.

Allah SWT berfirman, "Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS al-Qalam [68]: 4). Salah satu akhlak agung Nabi SAW dapat dilihat pada peristiwa Futuh Makkah (pembebasan Kota Makkah). Saat itu, Nabi SAW datang dengan pasukan besar. Penduduk Makkah yang sering menyakitinya merasa ketakutan. Namun, Nabi SAW tidak melakukan balas dendam.

Beliau malah menempatkan orang yang paling memusuhinya, Abu Sofyan, di tempat yang terhormat. Ia dijadikan tempat suaka oleh Nabi SAW bagi penduduk Makkah yang ingin aman. Akhlak agung tersebut pun mampu melunakkan hati Abu Sofyan dan penduduk Makkah sehingga mereka menerima Islam secara sukarela dan memasukinya dengan masif (QS al-Nashr [110]: 1-3).

Menurut Alquran, membalas keburukan dengan kebaikan akan dapat mengubah permusuhan menjadi persaudaraan dan pada gilirannya akan mampu menghadirkan kawan dari sarang lawan. Hal tersebut ditegaskan oleh ayat, Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu)dengan cara yang lebih baik, maka tiba- tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia (QS Fushilat [42]: 34). Wallahu a'lam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement