Rabu 03 Jan 2018 19:54 WIB

Presiden Prancis Minta Iran Menahan Diri

Mahasiswa Iran terlibat bentrokan dengan aparat kepolisian saat menggelar demonstrasi antipemerintah di Universitas Teheran di Teheran, Iran, pada 30 Desember 2017.
Foto: EPA-EFE/STR
Mahasiswa Iran terlibat bentrokan dengan aparat kepolisian saat menggelar demonstrasi antipemerintah di Universitas Teheran di Teheran, Iran, pada 30 Desember 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dalam pembicaraan telepon pada Selasa mendesak timpalannya dari Iran menahan diri dalam menghadapi unjuk rasa. Demikian kata kantor Macron dalam pernyataan.

Pernyataan tersebut mengatakan bahwa Macron menyatakan keprihatinannya kepada Presiden Hassan Rouhani mengenai jumlah korban dalam unjuk rasa enam hari tersebut. Macron mengatakan kepadanya bahwa kebebasan berbicara dan aksi unjuk rasa harus dihormati.

Rencana perjalanan Menteri Luar Negeri, Jean-Yves Le Drian, ke Teheran pada akhir pekan ini juga ditunda hingga waktu yang belum ditetapkan. Demikian kata kepresidenan Prancis tersebut.

Media Iran mengatakan bahwa Rouhani meminta Prancis bertindak melawan warga Mujahidin di pengungsian. Mereka melakukan aksi perlawanan melawan Iran dari Paris.

Polisi menangkap lebih 450 pengunjuk rasa di Teheran, ibu kota Iran, selama tiga hari belakangan. Penumpasan ditingkatkan terhadap demonstrasi-demonstrasi antipemerintah yang mulai terjadi pekan lalu.

''Penentang juga menyerang kantor polisi di berbagai tempat di Iran,'' kata kantor berita dan media sosial.

Satu anggota pasukan keamanan dilaporkan meninggal pada Senin (1/1). Dengan demikian, jumlah kematian bertambah menjadi sedikitnya 14 orang dalam kerusuhan-kerusuhan menentang kepemimpinan ulama di Iran sejak kerusuhan pada tahun 2009.

Kepala Pengadilan Revolusioner Teheran, Musa Ghazanfarabadi, memperingatkan para pemerotes pada Selasa (2/1) bahwa mereka yang ditangkap akan menghadapi hukuman keras. Wakil Gubernur Provinsi Teheran, Ali Asghar Naserbakht, yang dikutip kantor berita semiresmi ILNA, mengatakan bahwa 200 orang ditangkap pada Sabtu di Teheran, 150 orang pada Ahad dan sekitar 100 orang pada Senin (1/1).

Unjuk-unjuk rasa yang pecah pekan lalu tersebut awalnya fokus pada kesulitan-kesulitan ekonomi dan tuduhan korupsi. Tetapi, aksinya berubah menjadi aksi-aksi bermuatan politik. Kemarahan segera diarahkan pada kepemimpin ulama yang telah berkuasa sejak revolusi tahun 1979 termasuk Pemimpin Tertinggi Ayatullah Ali Khamenei.

Iran adalah penghasil utama minyak dan anggota OPEC. Selain itu, Iran adalah kekuatan kawasan yang terlibat dalam di Suriah dan Irak sebagai bagian dari pertarungan memperebutkan pengaruh melawan pesaingnya, Arab Saudi.

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement