Kamis 04 Jan 2018 14:53 WIB

Komite PK Dinilai tak akan Tumpang Tindih dengan KPK

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andi Nur Aminah
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjadi pembicara pada diskusi yang diprakarsai oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Minggu (30/7).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjadi pembicara pada diskusi yang diprakarsai oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Minggu (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai pembentukan Komite Pencegahan Korupsi (Komite PK) tidak akan tumpang tindih dengan tugas yang diemban institusi manapun termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Dengan membentuk tim pencegahan korupsi, tim ini akan bekerja memata-matai pejabat-pejabat yang korup," tutur dia kepada Republika.co.id, Kamis (4/1).

Pejabat-pejabat yang akan diawasi itu, Fickar mengatakan termasuk kalangan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) dan Inspektur Pengawas Daerah (Irwasda). Karena itu ia menilai tugas Komite PK ini juga tidak akan tumpang tindih dengan kerja Bawasda dan Irwasda. "Tidak akan tumpang tindih, karena Bawasda atau Irwasda itu kerja pengawasannya rutin sedangkan Komite Pencegahan Korupsi ini akan mengawasi pelaksanaan proyek-proyek," ujar dia.

Selain itu, menurut Fickar, pola pengawasan yang dibuat Anies sebetulnya sama seperti saat Jakarta dipimpin Basuki Tjahaja Purnama. "Sebenarnya Anies ingin meniru polanya Ahok, dengan basis ketidakpercayaan pada pejabat-pejabat korup di Pemda DKI, hanya saja jika Ahok bermain single fighter dengan cara memecat dan menggonta-ganti pejabat," ujar dia.

Bedanya, lanjut Fickar, Anies melakukan pengawasan melalui sistem dengan membentuk Komite PK itu. "Anies melakukannya dengan sistem. Jadi cuma caranya yang berbeda. Yang satu (Ahok) bergantung pada orang pejabat gubernurnya, sedangkan Anies bergantung pada sistem yang kesemuanya mencegah terjadinya korupsi," tutur dia.

Pada 3 Januari kemarin, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno mengumumkan pembentukan Komite PK. Anies mengatakan Komite PK ini dibentuk dengan tujuan mencegah terjadinya korupsi dengan cara membangun sistem pemerintahan yang sesuai dengan prinsip tata pemerintahan yang baik. Prinsip tata pemerintahan yang baik ini yaitu pemerintahan yang bersih, akuntabel, sesuai aturan hukum, efektif, efisien dan partisipatif.

Komite yang dibentuk dengan landasan Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 187 tentang Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan, ini akan mendorong pembangunan sistem data yang terintegrasi dan membangun integritas aparatur sipil Pemda DKI Jakarta.

Anies menjelaskan, ada dua sektor utama yang menjadi fokus kerja Komite PK. Pertama soal tata kelola pemerintahan, dan kedua, penyelamatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebab menurutnya pencegahan korupsi dalam tata kelola pemerintahan akan mencegah kebocoran anggaran.

Kemudian, penyelamatan PAD diperlukan karena ada banyak potensi PAD yang belum masuk. Karena itu, ia berharap terbentuknya Komite tersebut akan mampu menambahkan PAD DKI Jakarta.

Komite PK diketuai oleh Pimpinan KPK periode 2011-2015 Bambang Widjojanto. Sedangkan Anggota Dewannya terdiri dari aktivis LSM Hak Asasi Manusia Nursyahbani Katjasungkana, mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Oegroseno, peneliti dan ahli tata pemerintahan Tatak Ujiyati, dan mantan Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Muhammad Yusuf.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement