Kamis 11 Jan 2018 08:22 WIB

Harga Minyak Dunia Lanjutkan Penguatan

Ilustrasi harga minyak mentah dunia.
Foto: EPA/Mark
Ilustrasi harga minyak mentah dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak mentah menguat pada akhir perdagangan Rabu (10/1) atau Kamis (11/1) pagi WIB, dan menetap di level tertinggi tiga tahun, setelah data pemerintah AS menunjukkan penurunan dalam persediaan dan produksi minyak mentah, sekalipun persediaan bahan bakar minyak naik.

Persediaan minyak mentah AS turun 4,9 juta barel pekan lalu, lebih tinggi dari perkiraan penurunan 3,9 juta barel, namun kenaikan yang lebih besar dari perkiraan pada stok bensin dan bahan bakar minyak mengimbangi penarikan tersebut, Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan.

Pasar juga didukung oleh data yang menunjukkan penurunan tajam pada produksi AS minggu lalu. Para analis mengatakan bahwa hal itu bisa terjadi akibat suhu dingin yang ekstrem di seluruh Amerika Serikat.

"Penurunan yang lebih rendah pada persediaan minyak mentah, dikombinasikan dengan kenaikan kuat pada persediaan produk adalah berita 'bearish' untuk harga. Tapi pelaku pasar juga bisa menggunakan penurunan tajam dalam produksi sebagai alasan untuk membeli," kata Carsten Fritsch, analis minyak di Commerzbank AG di Frankfurt, Jerman.

Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) menetap di 63,57 dolar AS per barel, naik 61 sen atau 1,00 persen, penyelesaian tertinggi sejak Desember 2014. Sebelumnya pada sesi ini, harga sempat mencapai 63,67 dolar AS, tertinggi sejak 9 Desember 2014.

Sementara itu, harga minyak mentah Brent berakhir di 69,20 dolar AS per barel, naik 38 sen. Sesi tertinggi untuk acuan global adalah 69,37 dolar AS, tertinggi sejak Mei 2015.

Pasar minyak telah menguat selama berminggu-minggu, dengan harga minyak mentah AS pada harga tertinggi yang tidak terlihat sejak akhir 2014, dan minyak mentah Brent kurang dari satu dolar AS per barel dari tonggak serupa.

Harga minyak telah melonjak lebih dari 13 persen sejak awal Desember, dan ada indikasi "overheating". Para analis memperingatkan pasar tidak cukup memperhatikan peningkatan produksi AS.

Reli pasar global yang luas, termasuk saham, juga telah memberi menyokong investasi ke minyak berjangka. Juga, dolar jatuh dalam aksi jual yang luas setelah sebuah laporan bahwa Tiongkok siap untuk memperlambat atau menghentikan pembelian surat utang AS. Melemahnya dolar AS pada umumnya meningkatkan harga minyak, yang dibanderol dengan mata uang AS.

"Ketika melakukan pembelian hedge fund secara umum, perdagangan komoditas ada di depan dan di tengah dan momentum itu sedang dibangun untuk minyak," kata Rob Thummel, manajer portofolio pada manajer investasi energi Tortoise di Leawood, Kansas.

Reli tersebut telah membawa beberapa kekhawatiran bahwa pasar bisa terlalu panas, terutama karena produksi di AS diperkirakan akan meningkat ke rekor baru. Pada Selasa (9/1), EIA meningkatkan ekspektasi produksi, dengan mengatakan bahwapihkanya sekarang melihat produksi secara keseluruhan pada rekor tertinggi, melampaui 11 juta barel per hari (bpd) pada 2019.

Produksi minyak mentah AS diperkirakan akan mencapai 10 juta barel per hari bulan depan, hanya di belakang Rusia dan Arab Saudi. Anggota-anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) khawatir kenaikan harga saat ini dapat mendorong perusahaan minyak serpih AS untuk membanjiri pasar. OPEC, bersama dengan bukan anggota termasuk Rusia, telah memperpanjang kesepakatan akhir tahun ini untuk memotong pasokan sebesar 1,8 juta barel per hari.

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement