REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mendukung keinginan terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik Setya Novanto untuk mengajukan permohonan sebagai justice collaborator. Diketahui, Novanto bersedia menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum dan membuka aktor kasus KTP-el lainnya.
"Saya kira itu silahkan ya, kita tidak mau ikut campur, itu adalah hak Pak Setnov. Silahkan kepada Pak Setnov yang selama ini sudah dinyatakan tersangka dan sudah memasuki persidangan-persidangan. Kita serahkan semua pada Pak SN," ujar Idrus di sela-sela rapat fraksi Partai Golkar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (11/1).
Golkar juga kata Idrus, tidak ikut campur dalam proses hukum Novanto. Namun ia menegaskan, Golkar menginginkan agar pemberantasan korupsi dilakukan secara komperhensif.
Terlebih, Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto menekankan pentingnya 'Golkar bersih'. Sehingga konsekuensinya, harus ada satu langkah pemberantasan korupsi yg secara menyeluruh secara komprehensi.
"Saya kira itu. Kalau dalam kerangka itu saya kira silahkan enggak ada masalah," ujar Idrus.
Menurut Idrus, Golkar pun tidak masalah jika mantan ketua umumnya tersebut nantinya menjadi justice collaborator dan membeberkan nama-nama lain. Ia tidak khawatir sepanjang dalam proses hukim tersebut disertai bukti dan fakta.
"Silahkan, saya kira yang penting kan ada faktanya. Kita dari awal mengatakan bahwa mendorong proses hukum yang dilakukan oleh KPK yang didasarkan pada fakta-fakta hukum yang ada dan orientasi adalah keadilan," ujar Idrus.
Sebelumnya, Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengungkapkan, surat permohonan status justice collabolator (JC) terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el), Setya Novanto sudah masuk di Biro Persuratan KPK. Namun, surat yang berisi tentang keinginan bekerja sama dengan KPK dalam mengungkap kasus korupsi itu belum sampai ke meja pimpinan KPK.
"Surat pengajuan JC SN sudah diterima. Hanya saja statusnya belum kami sampaikan ke pimpinan KPK," kata Febri di gedung KPK Jakarta, Rabu (10/1).