REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyatakan tidak serta merta menerima pasokan beras impor sebelum memastikan adanya kebutuhan mendesak dari konsumen di daerah setempat.
"Kami akan menentukan perlu atau tidak tambahan beras dari luar. Baru kami kaji kapan dan berapa angkanya," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Tri Saktiyana di Yogyakarta, Jumat (12/1).
Menurut Tri, sebelum memutuskan menerima pasokan beras dari luar daerah atau impor, Disperindag DIY akan memprioritaskan pengendalian harga beras dengan menggandeng Badan Urusan Logistik (Bulog) DIY .
"Kami akan lihat apakah ada gejolak harga beras signifikan di pasar lokal. Kami akan semaksimal mungkin mengendalikan harga beras di DIY," kata dia.
Ia mengatakan, bersama Bulog DIY, Disperindag DIY akan melakukan penawaran ke pemerintah kabupaten/kota mengenai perlu atau tidaknya penyelenggaraan operasi pasar (OP) beras.
"Akan kami tawari perlu OP atau tidak, kapan waktunya dan seberapa banyak kebutuhannya," kata dia.
Selain itu, lanjut Tri, Disperindag DIY juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan tentang pengelolaan tata niaga beras yang diharapkan menjadi solusi menekan lonjakan harga komoditas itu di pasaran.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan keputusan pemerintah untuk mengimpor 500 ribu ton beras karena persediaan beras di dalam negeri masih kurang. Keputusan pemerintah pusat untuk mendatangkan beras dari Vietnam dan Thailand tersebut diambil setelah melakukan operasi pasar sejak November - Desember 2017 lalu.
Hasilnya, operasi pasar tersebut tidak terlalu memberi pengaruh terhadap penurunan harga. Bahkan, pada awal Januari 2018, harga beras medium berada di kisaran Rp 11.000 per kilogram, atau di atas harga eceran tertinggi (HET) yakni Rp 9.450.