REPUBLIKA.CO.ID, Panglima Laot (pimpinan lembaga adat laut) Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Hasanuddin mengeluhkan rendahnya nilai gaji yang diberikan oleh pemerintah daerah. Selama ini, gaji atau honor yang diterimanya hanya sebesar Rp 350 ribu per bulan.
"Rendahnya gaji ataupun honorarium yang diberikan itu karena kurangnya kepedulian pemerintah daerah terhadap keberadaan lembaga adat laut di Aceh," katanya di Blangpidie, Sabtu (13/1).
Padhaal, kata Hasanuddin, tugas yang diemban oleh Panglima Laot tingkat kabupaten maupun tingkat kecamatan, jauh lebih berat bila dibandingkan dengan tugas kepala dusun (kadus) di pedesaan.
"Kepala dusun yang tugasnya tidak terlalu berat nilai gajinya mencapai Rp 1 juta per bulan. Sementara, kami panglima laot yang tugasnya luar biasa berat hanya dapat Rp 350 ribu per bulan itu pun realisasinya tiga bulan sekali," keluhnya.
Hasanuddin berkata, uang jerih payah senilai Rp 350 ribu per bulan yang diberikan oleh pemerintah daerah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan tersebut, jangankan untuk menutupi kebutuhan rumah tangga, untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) sepeda motor tidak mencukupi.
"Kebutuhan BBM banyak sekali, terutama saat kami memfasilitasi para nelayan untuk mengurus surat-surat kapal tangkap mereka. Hampir semua nelayan meminta kami untuk mendampinginya, dan itu wajar, karena rata-rata SDM mereka rendah," ungkapnya.
Selain memfasilitasi nelayan, lanjut dia, Panglima Laot itu juga bertanggung jawab terhadap ketentraman laut, sekaligus mengeluarkan larangan kepada para nelayan agar tidak boleh menggunakan trawl (pukat harimau) karena dapat merusak terumbu karang.
Kata dia, menjaga kelestarian terumbu karang di alam bawah laut, merupakan tugas panglima laot di samping menjalankan adat istiadat laut, dan menjaga ketentraman, serta menyelesaikan persoalan bila terjadinya keributan sesama nelayan di laut maupun di daratan.
"Kami juga ikut patroli bersama polisi dan mendampingi Angkatan Laut ketika dibutuhkan. Jadi, tugas kami sebagai panglima laot ini cukup banyak, namun kepedulian pemerintah daerah terhadap lembaga adat yang satu ini masih sangat kurang," ungkapnya.
Dia mengemukakan, selain nilai gaji masih kurang dan belum tersedianya kendaraan dinas untuk operasional, panglima laot Kabupaten Abdya juga belum memiliki kantor, sehingga proses administrasi nelayan selama ini terpaksa dilaksanakan di rumah pribadi.
"Yang lebih sedih lagi ketika saya menghadiri undangan rapat adat istiadat laut di Banda Aceh, itu tidak pernah diberikan biaya perjalanan dinas oleh pemerintah daerah, sehingga saya harus mengeluarkan dana pribadi bila ke luar daerah," tuturnya.
Panglima Laot itu mengaku, telah melaporkan semua keluhan yang dialaminya selama ini kepada Bupati Abdya Akmal Ibrahim. Dirinya berharap, kepala daerah yang baru dilantik tersebut mau menangapinya. "Semua keluhan ini sudah saya laporkan pada Bupati Abdya dan mudah-mudahan beliau mau menangapinya," ucap Hasanuddin.