REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saad Sadiq Khan memenangkan pemilihan wali kota London pada Mei 2016 lalu dengan porsi suara 57 persen, orang-orang terhenyak dan mulai bertanya tentang posisi Islam dan Muslim di Inggris. Hingga saat ini, ada sekitar 2,7 juta Muslim yang tinggal di Inggris dan Wales.
Pada akhir era Victoria, Inggris mengenal adanya dinasti besar di Timur yang warganya dominan Muslim. Dalam tulisan Lord Headley, seorang negarawan dan penulis terkemuka Inggris, perkembangan kerajaan di Timur dan agama Islam yang mereka anut rupanya menggoda banyak orang Eropa untuk berkunjung.
Lord Headley sendiri sempat menulis buku tentang kebangkitan Barat atas Islam. Saat ia menghabis kan beberapa tahun di India, Lord Headly justru menjadi Muslim dan mengubah nama menjadi Rahmatullah al-Farooq atau Lord Headly al-Farooq.
Sama seperti Lord Headly al- Farooq, generasi awal Muslim Inggris merupakan kalangan aristokrat atau saudagar terpandang yang berhijrah menjadi Muslim. Di antara mereka yaitu:
William Quilliam (1856-1932)
Salah satu mualaf dari golongan atas Inggris adalah William Quilliam yang merupakan putra dari tokoh Gereja Methodist dan pembuat jam ternama di Liverpool. Lahir sebagai seorang Methodist pada 1856, William sempat pergi ke Maroko, Tunisia, dan Aljazair saat berusia 17 tahun.
Di sana, ia tertarik dan belajar tentang Islam. Ia lalu bersyahadat di Maroko dan kembali ke Liverpool dengan menggunakan nama Abdullah Quilliam. Pada usia 20-an, Quilliam mendirikan masjid pertama di Inggris yang dibuka bersamaan dengan Natal 1889 di Liverpool. Pada 1894, raja terakhir Dinasti Turki Utsmani, Sultan Abdul Hamid II, mengangkatnya sebagai kepala komunitas Muslim Inggris.
Quilliam sempat menulis buku tentang Islam dan mengirimkan salinannya kepada Ratu Inggris. Quilliam wafat di London pada 1932 dan dimakamkan di Permakaman Brookwood yang kemudian jadi permakaman Muslim Inggris ternama.
Lady Evelyn Cobbold (1867-1963 M)
Lady Evelyn merupakan aristokrat terakhir era Victoria yang menjadi mualaf. Lahir di Edinburgh, Skotlandia pada 1867, Lady Evelyn adalah putri dari Earl of Dunmore ketujuh. Meski putri bangsawan, Lady Evelyn dikenal hebat dalam beberapa olahraga.
Ia banyak menghabiskan masa kecilnya di Aljazair dan Mesir. Dibesarkan oleh pengasuh Muslim, Lady Evelyn menulis, ia sudah merasa menjadi Muslim sejak kecil. Namun, keputusan menjadi Muslim justru muncul saat ia bertemu paus di Italia. Saat paus menanyakan agamanya, secara spontan Lady Evelyn menjawab, "Islam". Sejak itu, ia meneguhkan tekad untuk belajar Islam dan menunaikan ibadah haji.
Memasuki usia 65 tahun pada 1933, ia menjadi mualaf dan menjadi wanita Barat pertama yang melaksanakan haji ke Baitullah. Ia bahkan menuliskan pengalaman hajinya dalam buku Pilgrimage to Mecca. Menjelang wafat pada 1963, ia meminta agar nisannya diberi tulisan: Allah adalah Cahaya di Surga dan Dunia.
Rowland Allanson-Winn atau Lord Headley (1855-1935)
Rowland Allanson-Winn atau Lord Headley merupakan Muslim pertama yang masuk dalam Dewan Bangsawan setelah ia meraih gelar Baron Headly pada 1913. Pada tahun yang sama, ia menjadi Muslim dan mengubah nama menjadi Syekh Rahmatullah al-Farooq. Setahun setelahnya, ia menjadi kepala Masyarakat Muslim Inggris.
Lahir di London pada 1855 dan menempuh pendidikan di Westminster School dan Trinity College, Cambridge, Lord Headley merupakan seorang Protestan sebelum belajar Katolik Roma. Aristokrat era Kebangkitan Victoria ini kemudian menjalani karier militer dengan bertugas ke Kashmir, India, pada 1890.
Di sana, ia tertarik ajaran Islam soal toleransi. Dari Khwaja Kamaluddinlah Lord Headly belajar Islam, sebelum Perang Dunia I pecah. Ia juga sempat berhaji ke Tanah Suci pada 1923. Ia wafat di Inggris pada Juni 1935 dan meminta dimakamkan di permakaman Islam.
Marmaduke Pickthall (1875-1936)
Muhammad Marmaduke Pickthall merupakan seorang ilmuwan penganut Kristen Anglikan. Sebelum menjadi mualaf, Pickthall sempat belajar dan bekerja di India dan Timur Tengah.
Penulis terkemuka ini kemudian menjadi mualaf pada 1917 dan memublikasikan terjemahan Alquran dalam bahasa Inggris. Terjemahan ini kemudian diakui oleh Universitas Al-Azhar, Mesir, dan jadi standar penerjemahan Alquran di sana. Terjemahan Alquran Pickthall disebut Times Literary Supplement sebagai pencapaian terbaik Pickthall.
Dalam pendahuluan terjemahan Alquran tersebut, Pickthall mengakui, Alquran tak bisa diterjemahkan begitu saja. Tiap kata punya arti sesuai konteksnya sehingga butuh padanan yang tepat.
Terjemahan tersebut, tulis Pickthall, adalah secuil upaya untuk memahamkan penutur bahasa Inggris tentang Alquran. Terjemahan itu tak dimaksudkan untuk mengganti bahasa Arab sebagai bahasa utama Alquran karena memang bukan tempatnya.
Pria yang pernah duduk di kelas yang sama dengan Winston Curchill di Harrow Public School itu memang dikenal pandai dalam ba hasa. Ia menguasai beberapa bahasa asing, termasuk Arab. Pickthall wafat di Cornwall pada 1936 dan dimakamkan di permakaman Brookwood, Surrey, Inggris.
(Baca Dulu: Awal Mula Aliansi Inggris dan Dunia Islam)
(Baca Lagi: Elizabeth I Jaga Hubungan dengan Dunia Islam)