REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu kelebihan Imam Bukhari adalah tingkat ketelitiannya serta kriteria yang digunakannya. Dalam karyanya, Imam Bukhari bila menggunakan lafal 'an (`dari'), rawi harus sezaman (mu'asharah) dan bertemu (liqa') dengan gurunya. Karena itu, kitab tersebut sampai saat ini diakui oleh para ulama sebagai kitab hadis yang paling meyakinkan.
Meski begitu, Shahih Muslim disebut pula lebih sistematis ketimbang Shahih Bukhari. Imam Nawawi dalam kata pengantar Shahih Muslim menyebutkan, kitab paling sahih setelah Alquran adalah Shahihan, yakni Shahih Bukharih dan Shahih Muslim.
Namun, di antara dua kitab hadis tersebut, lanjut Imam Nawawi, yang lebih sahih adalah tulisan Imam Bukhari.
Metode yang digunakan Imam Bukhari dalam memfilter hadis adalah sebagai berikut. Sanad suatu hadis mesti bersambung (muttashil), perawinya wajib Muslim, jujur (shidq), tidak menyembunyikan riwayat (mudallis), hafalannya perawi tidak kacau (mukhtalith), adil, dapat memelihara hadis melalui catatan atau hafalan (dhabith), hati-hati (mutahaffizh), sehat pikirannya (salim azh-zhin), sedikit kesalahan dan keraguannya (qalil al-ghalath wa al-wahm) dan lurus akidahnya (salim al-i'tiqad).
Kriteria tersebut tetap dipakai oleh para ahli hadis dari generasi kemudian.
Namun, Imam Bukhari bukan tanpa kritik. Salah satu pengkritiknya adalah Ibnu Abi Hatim melalui kitab Bayan Khata'i Muhammad bin Isma'il al-Bukhari fi Tarikhihi yang membahas penentuan status hadis yang diriwayatkan al- Bukhari dalam karya lainnya di luar al-Jami' as-Shahih, yaitu kitab Tarikh. Meski begitu, jumlah hadis yang disoroti kritikan amat sedikit dibandingkan jumlah hadis sahih dalam kitab Shahih Bukhari.
(Baca: Sejarah Karya Monumental Imam Bukhari)
(Baca Lagi: Butuh 16 Tahun Imam Bukhari Himpun Hadis)