REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Anggota Senior Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Hanan Ashrawi mengatakan, pemotongan dana bantuan Amerika Serikat (AS) akan membawa ketidakstabilan di kawasan timur tengah lebih jauh.
Dia mengatakan, pemotongan dan tersebut juga akan mengambil hak warga atas pendidikan, kesehatan, tempat tinggal dan kehidupan yang bermartabat. "Pemerintahan Trump membidik segmen masyarakat Palestina yang paling rentan," kata Hanan Ashrawi seperti diwartakan Aljazirah, Rabu (17/1).
Ashrawi mengatakan, pemotongan dana itu akan merusak organisasi yang didirikan dunia internasional untuk menjamin hak warga dan pengungsi Palestina guna mendapatkan kebutuhan mendasar. Melihat hal itu, Ashrawi mengungkapkan, Presiden AS Donald Trump hanya mengikuti perintah otoritas Israel.
Kebijakan Trump sedikit banyak membawa kekhawatiran di antara jutaan pengungsi Palestina. Mereka khawatir dengan pemotongan dana yang dilakukan Paman Sam.
Yazan Muhammad Sabri (18) pengungsi Palestina yang bermukim di Dheisheh mengatakan, pemotongan dana itu akan akan merampas semua yang dimilki para pengungsi. Dia melanjutkan, hal itu berarti pengungsi tidak akan dapat menikmati pendidikan, fasilitas kesehatan dan sanitasi.
Baca juga, Mengapa Trump Akui Yerusalem Ibu Kota Israel.
Pengungsi lainnya di kamp Aida, Salah Ajarmeh (44) mengatakan, ditakutkan akan ada revolusi jika dana bantuan dihentikan. Dia mengatakan, hal itu seperti yang terjadi di kamp pengungsian Yordania dan Suriah yang kemungkinan akan terjadi lagi.
Sebelumnya, AS mengatakan akan menangguhkan setengah dari total bantuan awal yang akan diberikan untuk badan PBB yang fokus membantu pengungsi Palestina, UNRWA.
Departemen Luar Negeri AS menyatakan AS hanya akan memberikan bantuan sebesar 60 juta dolar AS untuk UNRWA dan menangguhkan sisanya sebesar 65 juta dolar AS. Departemen tersebut mengatakan UNRWA perlu melakukan beberapa reformasi.