REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Donald Trump pada Rabu (17/1), membantah bahwa rencana pemindahan kedutaan besar AS di Israel ke Yerusalem akan terwujud dalam waktu satu tahun, seperti yang diharapkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Trump pada awal Desember tahun lalu membalikkan kebijakan yang telah dianut Amerika Serikat selama berpuluh-puluh tahun dengan mengakui Israel sebagai ibu kota negara Israel. Ia juga memulai proses untuk memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv.
Keputusan Trump itu mengancam upaya perdamaian Timur Tengah serta membuat marah dunia Arab dan sejumlah negara Barat sekutu AS. Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan bulan lalu bahwa "pemindahan kedutaan kemungkinan akan selesai paling cepat dalam waktu tiga tahun dan itu lumayan ambisius." Kerangka waktu tersebut diungkapkan oleh para pejabat pemerintahan berdasarkan perkiraaan menyangkut logistik dalam mendapatkan dan mengamankan lokasi serta menyediakan perumahan bagi para diplomat AS.
Yerusalem merupakan tempat suci bagi kaum Muslim, Yahudi, dan Kristen. Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depannya. Yerusalem Timur direbut Israel dalam perang Arab-Israel pada 1967 dan dicaplok Israel, tindakan yang tidak diterima dunia internasional.
Netanyahu, menurut para wartawan Israel yang mengikuti kunjungannya ke India, mengatakan pada Rabu (17/1), "Menurut penilaian kuat saya, (pemindahan kedutaan AS ke Yerusalem, red) itu akan berlangsung lebih cepat dibandingkan yang kalian perkirakan, (yaitu) dalam waktu satu tahun dari sekarang."
Ketika ditanya soal pernyataan Netanyahu itu, Trump mengatakan dalam wawancara dengan Reuters bahwa keadaannya tidak demikian. "Pada akhir tahun? Kita berbicara soal skenario berbeda... Maksud saya tentunya itu untuk sementara. Kita belum benar-benar membuat perkiraan soal itu."