Jumat 19 Jan 2018 06:49 WIB

Syahid di Perang Uhud

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Jamaah berziarah ke makam Hamzah dan syuhada Perang Uhud di sekitar Gunung Uhud, Madinah, Arab Saudi, Kamis (3/8).
Foto: Republika/Ani Nursalikah
Jamaah berziarah ke makam Hamzah dan syuhada Perang Uhud di sekitar Gunung Uhud, Madinah, Arab Saudi, Kamis (3/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Waktu bergulir terus. Sampailah kaum Muslimin dan musyrik berhadap-hadapan kembali di medan laga. Kali ini adalah Perang Uhud.

Berbeda dengan pertempuran sebe lumnya, dalam perang Uhud kaum musyrik mendapatkan dukungan langsung dari para perempuan. Mereka membawa berbagai panji-panji dan alat tabuh untuk mengobarkan semangat kaum lelakinya. Di antara mereka adalah Hindun. Ia ingin agar pasukan Quraisy mampu melam piaskan dendam kematian para keluarga nya yang mati terbunuh di medan Badar.

Sebelumnya, Hindun mengandalkan jasa Jubair bin Muth'im, pemuka Quraisy yang memiliki budak ahli lempar lembing. Budak itu, Wahsyi namanya (kelak masuk Islam) ditawarkan agar menebus status merdeka dan sejumlah hadiah kekayaan dengan satu syarat: Ia bisa membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib dengan lesatan tombaknya. Hindun sungguh-sungguh membenci paman Rasulullah SAW itu karena telah membunuh Tha'imah bin `Adi, paman Hindun.

Dalam Perang Uhud, Hamzah tampil dengan gagah berani. Ia menebas setiap musuh Allah yang hadir di depan matanya. Pasukan Islam berhasil mendesak pasukan musyrik Quraisy. Begitulah mulanya hingga keadaan tiba-tiba berbalik.

Saat pasukan musyrikin mulai terbirit- birit lari dari gelanggang perang, pasukan pemanah dari kubu Muslimin mulai meninggalkan pos mereka. Padahal, Rasulullah SAW sudah berpesan agar mereka jangan beranjak dari atas bukit. Ru panya, mereka merasa kemenangan sudah diraih dan berburu harta rampasan di lembah yang ditinggalkan kaum musyrik.

Begitu pasukan pemanah ini turun maka pasukan cadangan dari kubu Quraisy menyerang balik. Kini, pasukan Muslim justru terdesak oleh serangan yang dilancarkan pasukan Quraisy tersebut. Apalagi, konsentrasi sebagian besar pasukan Muslim mulai buyar lantaran merasa sudah memenangkan pertempuran.

Melihat kejadian itu, Wahsyi mulai keluar dari penyergapan. Dengan mengedap-endap, ia mencari titik buta Hamzah bin Abdul Muthalib yang sedang berdiri mencari-cari keberadaan Rasulullah.

Dari balik batu besar, Wahsyi melemparkan tombaknya ke arah punggung Hamzah. Paman Rasulullah itu tumbang. Se telah yakin benar itulah sasarannya, Wahsyi segera surut ke belakang pasukan karena hanya itulah tugasnya di Perang Uhud.

Melihat tubuh Hamzah yang sedang terhuyung-huyung, Hindun bergegas ke tengah medan pertempuran. Situasi ser bakacau. Pasukan Muslim terkaget de ngan serangan balik itu. Sebagian mereka menyelamatkan diri, sebagian yang lain mencari-cari keberadaan Rasulullah. Sebab, beberapa pemuka pasukan musyrik sudah berseru-seru menyuarakan dusta bahwa Nabi SAW wafat di tangan mereka. Kepanikan menjalar untuk sejenak di tengah kaum Muslim.

Kondisi inilah yang dimanfaatkan Hindun. Begitu ia mendapati jasad Hamzah bin Abdul Muthalib, ia berteriak sukacita. Dengan pisaunya, Hindun membelah dada Hamzah dan mengeluarkan hatinya. Jantung sosok pahlawan Muslim itu dikunyahnya sambil berkata, Rasakan ini, Hamzah!

Abu Sufyan datang menghampiri istrinya itu. Dengan tombaknya, Abu Sufyan lantas menusuk mulut Hamzah. Rasakan ini sebagai pembalasanku atas perbuatan- perbuatanmu! seru Abu Sufyan.

Saat baku hantam mulai surut, pasukan musyrik kembali ke Makkah dengan perasaan gembira. Sementara, pasukan Muslim terkoyak dan lunglai lantaran didera kekalahan. Debu-debu peperangan mulai mereda. Mayat-mayat kaum Muslim mulai tampak.

(Baca Dulu: Hamzah tak Rela Rasulullah Dihina)

(Baca Lagi: Hamzah Tersentuh dengan Ayat Suci Alquran)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement