Jumat 19 Jan 2018 15:33 WIB

Tolak Tetapkan KLB Difteri, Dana ke Daerah Bakal Dipangkas

Penolakan status KLB difteri bisa dijadikan jurus menghindari tanggungan biaya perawatan pasien.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Dwi Murdaningsih
Pasien suspect difteri dirawat di ruang isolasi Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (11/1).
Foto: Republika/Rizky Suryarandika
Pasien suspect difteri dirawat di ruang isolasi Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (11/1).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf, mengancam untuk mengajukan pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) bagi daerah yang enggan tetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) atas kasus difteri. Ia memandang, masih ada daerah yang tak mau menetapkan KLB difteri meski sudah terbukti ada satu saja pasien yang dinyatakan positif. Penolakan kepala daerah menetapkan KLB difteri, lanjutnya, berkaitan dengan pilkada atau jurus Pemda menghindari tanggungan biaya perawatan pasien.

"Kami akan beri sanksi berupa pemotongan Dana Alokasi Khusus bagi kepala dearah yang tidak mau menyatakan KLB, ini menyangkut nyawa orang (anak-anak). Imunisasi harus segera dilakukan," kata Dede usai melakukan audiensi dengan Pemprov Sumbar, Kamis (18/1).

Belajar dari beberapa daerah, Dede mengungkapkan masih ada kepala daerah yang tak ingin elektabilitasnya di pilkada anjlok lantaran penetapan KLB difteri. Menurutnya, sejumlah oknum kepala daerah tersebut tak ingin dianggap gagal dalam mencegah penyebaran difteri.

Di sisi lain, Dede melanjutkan, penolakan menetapkan status KLB difteri bisa juga dijadikan sebagai jurus untuk menghindari tanggungan biaya perawatan pasien. Hal ini merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, yang menyebutkan bahwa KLB tidak termasuk dalam tanggungan BPJS Kesehatan. Kejadian KLB atau wabah merupakan tanggungan pemerintah pusat dan daerah.

"Kami menilai tidak ada bentuk kepedulian, lepas tangan, kepala daerah terhadap masyarakatnya. Maka kami sudah warning kementerian kesehatan untuk melakukan pemotongan," ujar Dede.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Untung Suseno Sutarjo menyebutkan bahwa satu saja temuan kasus positif difteri, maka suatu daerah harus menetapkan KLB dan segera dilakukan imuninasi. Belajar dari Jawa Timur, lanjut Untung, pimpinan daerah menetapkan KLB dan menyebut kasus difteri sebagai 'bencana'. Pemprov Jawa Timur akhirnya memanfaatkan dana darurat untuk menutup kebutuhan penanggulangan difteri.

"Namun kalau KLB cuma 1 atau 2 (pasien), saya rasa nggak kepakai (dana darurat) karena tidak besar," katanya.

Meski begitu, Untung menegaskan bahwa satus aja pasien difteri terbukti positif setelah uji laboratorium, maka Pemda harus mewajibkan imunisasi bagi seluruh anak-anak di kecamatan tempat tinggal pasien.

"Jangan tunggu menular," katanya.

Penolakan untuk menetapkan KLB juga terjadi di Sumatra Barat. Tahun 2017 lalu, sepanjang Januari-November, terdapat 23 pasien suspect (terduga) difteri yang tersebar di 10 kabupaten/kota di Sumatra Barat. Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar menyebutkan, dari seluruh 23 terduga difteri, dua pasien di antaranya dinyatakan positif, sedangkan 21 pasien lainnya dinyatakan negatif difteri.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, Merry Yuliesday, menegaskan bahwa wilayah yang ia kelola belum masuk kategori KLB difteri. Alasannya, istilah KLB dikhawatirkan akan menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Tak hanya itu, ia menilai kasus difteri di Sumatra Barat tidak tergolong sebagai wabah. Meski begitu, Merry berjanji untuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait penetapan KLB difteri ini.

"Saya ikut saja, kita belum KLB. Terkait pemotongan DAK saya ikut saja, tapi kami akan berkoordinasi dengan pusat dengan kondisi sumbar saat ini," katanya.

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) M Djamil Padang sendiri telah merawat enam orang pasien terduga difteri. Pasien yang terdiri dari anak-anak ini dirawat intensif di ruang isolasi rawat anak. Data dari November hingga saat ini ada tujuh pasien yang dirawat, dengan satu pasien sudah diizinkan pulang dengan perkembangan baik. Sejak Januari 2017 sudah ada 14 pasien yang dirawat, sehingga total semua ada 21 pasien.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement