REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Sejak awal 2018, papan-papan reklame bernuansa rokok mulai menghilang di Kota Padang. Baliho atau papan reklame yang sebelumnya memuat konten rokok, kini kosong atau telah diganti dengan reklame non-rokok.
'Bersihnya' jalanan protokol dari reklame rokok bisa ditemui di Jl. Prof. Dr. Hamka, Jl. Gajah Mada, Jl. Jenderal Sudirman, Jl. Ahmad Yani, Jl. Sawahan, Jl. Samudra Purus, dan Simpang Limau Manih.
Humas Pemerintah Kota Padang dalam rilisnya menyebutkan, sejumlah pegiat perlindungan anak mendukung penuh langkah Pemkot Padang untuk menekan iklan rokok. Yayasan Ruang Anak Dunia (Ruandu), lembaga nonprofit yang bergerak dalam isu pemenuhan dan perlindungan anak di Kota Padang misalnya, menilai bahwa Pemkot Padang telah menjalankan keputusan yang tepat dengan menekan ruang reklame bagi industri rokok.
Pemkot Padang mengklaim telah berkomitmen tidak akan menerima kontrak iklan rokok yang baru, dan menghabiskan kontrak iklan yang masih berjalan. "Reklame rokok yang masih ada saat ini karena kontraknya belum habis," ujar Manajer Program Ruandu Wanda Leksmana, dalam siaran pers Pemkot Padang, Jumat (19/1).
Wanda memandang bahwa pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship rokok merupakan upaya tegas untuk melindungi anak-anak dari dampak buruk rokok. Menurutnya, keberadaan iklan rokok sedikit banyak telah berkontribusi terhadap perilaku konsumtif konsumen berusia muda terhadap rokok.
Berdasarkan survei yang dilakukan Ruandu tahun 2017 lalu, sebanyak 77 persen anak dan remaja di Kota Padang tertarik mencoba rokok karena iklan dan promosi dan sponsor rokok. Sementara itu, berdasarkan studi, Universitas Hamka tahun 2007 lalu, sebanyak 46,3 persen remaja mengaku iklan rokok mempengaruhi mereka untuk mulai merokok.
"Pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok bertujuan melindungi generasi muda untuk menurunkan angka prevalensi perokok dibawah 18 Tahun sebesar 25 persen," katanya.
Pemerintah Provinsi Sumatra Barat memang sedang menyeriusi implementasi Peraturan Daerah (Perda) nomor 8 tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Rencananya, Pemprov akan menurunkan anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk lebih gencar melakukan pengawasan di lapangan.
Wakil Gubernur Sumatra Barat Nasrul Abit menilai, penerapan Perda tentang KTR harus lebih diseriusi lantaran selama ini dianggap belum dijalankan dengan optimal. Demi bisa menegakkan sanksi bagi yang melanggar, Nasrul meminta anggota Satpol PP yang bertugas agar lebih dulu taat aturan dengan tidak merokok di tempat publik.
Bahkan menurutnya, lebih baik lagi bila anggota Satpol PP tidak ada lagi yang merokok. Ia tak ingin masyarakat justru mendapatkan contoh yang buruk dari anggota Satpol PP yang menertibkan, bila terlihat ada yang merokok di tempat umum. "Moga-moga anggota Satpol PP berhenti merokok, sehingga pelaksanaan tugas akan lebih lancar dan baik," kata Nasrul.
Nasrul juga meminta setiap kantor instansi di Sumbar menyiapkan ruang khusus perokok. Menurutnya, ruang khusus perokok tak boleh terlalu jauh dari gedung utama kantor agar tak menghambat kinerja. Namun di sisi lain, katanya, perokok memang harus dipisah demi menjalankan Perda KTR.
"Yang jelas merokok dapat merusak kesehatan setiap orang baik yang pasif maupun perokok aktif," katanya.
Di level yang lebih kecil, Kota Padang juga sudah menjalankan Perda tentang KTR. Salah satu poin penting dalam Perda tersebut adalah penghapusan iklan-iklan bertemakan rokok di ruang-ruang publik. Bahkan Kota Padang mengklaim siap kehilangan pendapatan dari pajak reklame rokok sebesar Rp 2-3 miliar atau 30 persen dari target pajak reklame Padang sebesar Rp 8,5 miliar per tahun.