Selasa 23 Jan 2018 00:48 WIB

‘Kebijakan 12 Turnamen BWF Cukup Memberatkan’

Kebijakan itu memberatkan karena pebulu tangkis tak hanya harus mengikuti tur dunia,

Pebulu tangkis Indonesia Kevin Sanjaya (kanan), Gregoria Mariska Tunjung, dan Jonatan Christie memberikan keterangan persiapan atlet bulu tangkis Indonesia yang akan berlaga pada kejuaraan Daihatsu Indonesia Masters 2018 di Jakarta, Senin (22/1).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Pebulu tangkis Indonesia Kevin Sanjaya (kanan), Gregoria Mariska Tunjung, dan Jonatan Christie memberikan keterangan persiapan atlet bulu tangkis Indonesia yang akan berlaga pada kejuaraan Daihatsu Indonesia Masters 2018 di Jakarta, Senin (22/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Para pebulu tangkis dunia memandang kebijakan Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) yang mewajibkan pemain top dunia mengikuti setidaknya 12 turnamen dalam setahun cukup memberatkan. Pemain tunggal putri peringkat tujuh dunia asal Jepang, Nozomi Okuhara, menilai peraturan tersebut terlalu berat untuk atlet karena dituntut bermain di semua tingkat.

"Menurut saya cukup memberatkan untuk atlet karena dituntut bisa bermain di semua tingkat yang pastinya rawan cedera," kata Nozomi di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (22/1). 

Hal itu senada dengan yang diucapkan oleh pemain spesialis ganda putra asal Denmark, Mads Conrad-Petersen, yang bersama pasangannya Mads Pieler Kolding, menempati peringkat enam dunia. Petersen menilai hal tersebut terlalu memberatkan karena para pemain tidak hanya harus mengikuti turnamen tur dunia.

Dia menyebutkan para pemain juga harus tampil pada turnamen mayor seperti Piala Thomas dan Piala Uber, Piala Sudirman, Kejuaraan Kontinental, Kejuaraan Dunia, serta Piala Sudirman. Dengan begitu, setiap pemain harus mengikuti 15 turnamen dalam setahun.

"Belum lagi kami harus menyediakan waktu bersama keluarga. Juga, ada jadwal yang berturut-turut sebelum turnamen mayor. Lebih bagus mungkin hanya 10-12 turnamen secara total," kata Petersen.

Pemain spesialis ganda campuran Indonesia Liliyana Natsir juga menilai kebijakan itu cukup memberatkan. Liliyana dan pasangannya, Tontowi Ahmad, tidak bisa lagi selektif memilih turnamen seperti sebelumnya. 

"Masalahnya jika berurutan agak repot karena faktor usia juga. Apalagi ada kejuaraan seperti Asian Games, Kejuaraan Dunia dan lainnya. Sementara kalau tak ikut kena denda. Beda halnya kalau masih muda, tetapi yang senior repot," ujar Liliyana yang berada di peringkat tiga dunia itu.

Kendati demikian, ada juga pemain yang tidak bermasalah dengan aturan baru tersebut. Pemain tunggal putra Indonesia berperingkat 13 dunia, Jonatan Christie, berpendapat aturan tersebut tidak mengubah rutinitasnya sepanjang tahun. 

"Tahun lalu, saya main hingga 13 sampai 14 turnamen. Yang jelas saya harus selektif memilih turnamen agar tidak kehabisan energi," ujar Jonatan.

Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI Susi Susanti menilai kebijakan tersebut butuh peninjauan lebih lanjut. Dengan 12 turnamen berarti pemain harus melakoni satu turnamen setiap satu bulan. 

“Menurut saya kebanyakan sih. Harusnya 10 turnamen, masalahnya jumlah 12 itu belum sama turnamen mayor. Kita harus mengerti yang ditakutkan pemain adalah cedera. Ini memang harus dibicarakan lagi," ujar peraih medali emas Olimpiade Barcelona tersebut.

Mulai 2018, BWF mewajiban para pemain baik tunggal atau ganda harus mengikuti 12 turnamen dalam setahun. Di mana para pemain tunggal yang ada di jajaran peringkat 15 besar dunia, serta pemain ganda di 10 besar dunia, berkewajiban untuk mengikuti setidaknya 12 turnamen yang terdiri dari tiga turnamen level 2, lima turnamen level 3, serta empat dari tujuh turnamen level 5. 

 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement