REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan, tidak ada cara lain untuk menyelesaikan krisis di Suriah selain melalui perundingan yang disponsori PBB. Menurutnya, perundingan PBB menjadi harapan terakhir bagi terciptanya perdamaian di Suriah.
Menurut Le Drian, hingga saat ini belum ada solusi politik yang menampakkan diri di antara pihak-pihak yang bertikai di Suriah. "Tidak ada perspektif politik, selain, dan ini merupakan harapan terakhir, pertemuan yang akan diadakan di Wina besok di bawah naungan PBB di mana pihak yang berperang akan hadir dan kita berharap sebuah agenda perdamaian dapat dipetakan," kata Le Drian pada Rabu (24/1).
Utusan Khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura memang telah mengundang perwakilan pemerintah dan oposisi Suriah untuk menghadiri perundingan di Wina, Austria. Perundingan yang berlangsung selama dua hari yakni pada Kamis (25/1) dan Jumat (26/1) akan membahas tentang rancangan konstitusi baru Suriah.
De Mistura menyatakan, perundingan damai ini sangat penting dilakukan mengingat krisis yang tak berkesudahan di Suriah. "Ini saat yang sangat kritis," ujarnya.
Kepala perunding untuk oposisi Suriah, Nasr Hariri, mengatakan, perundingan di Wina akan menjadi ujian nyata bagi semua pihak untuk membuktikan komitmen mereka terhadap solusi politik daripada misi militer.
Baca juga, AS Kecam Bom Rusia dan Suriah yang Tewaskan Oposisi.
Pertemuan Wina terjadi beberapa hari sebelum Rusia mengadakan kongres perdamaian Suriah sendiri di Sochi. Barat dan beberapa negara Arab percaya Moskow memiliki agenda tersendiri di balik penyelenggaraan kongres tersebut.
Hariri mengatakan pihak oposisi akan memutuskan dalam dua hari ke depan apakah akan menghadiri pertemuan Sochi. Sebab menurutnya cukup riskan menghadiri kongres perdamaian yang tak disponsori PBB.
"Tempat utama untuk mencapai solusi politik, transisi politik berada dalam proses yang dipimpin oleh PBB (dalam kerangka Jenewa). Sangat berbahaya untuk masuk dalam setiap inisiatif paralel dan mengabaikan proses politik utama yang ada di PBB," kata Hariri menjelaskan.