Jumat 02 Feb 2018 08:49 WIB

Lima Hari, Dua Ulama Dianiaya, Apa Motifnya?

Ada tiga kemiripan pola penyerangan terhadap Ustaz Prawoto dan KH Umar Basri.

Kapolrestabes Bandung, Kombes Pol Hendro Pandowo memberikan keterangan terkait penganiayaan terhadap Ustaz Prawoto yang menydbabkan meninggal dunia, Kamis (1/2).
Foto: Republika/Muhammad Fauzi Ridwan
Kapolrestabes Bandung, Kombes Pol Hendro Pandowo memberikan keterangan terkait penganiayaan terhadap Ustaz Prawoto yang menydbabkan meninggal dunia, Kamis (1/2).

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Muhammad Fauzi Ridwan, Kiki Sakinah

Dalam hitungan hari saja dua ulama dianiaya oleh orang yang diduga tidak waras. Ada kemiripan pola penyerangan yang menyebabkan kematian dan luka parah ini.

Kesamaan pertama, ulama/ustaz yang menjadi korban penganiayaan itu. Kedua, penyerangan dilakukan oleh orang yang diduga tidak waras alias kemungkinan sakit jiwa. Ketiga, penyerangan dilakukan pada waktu subuh.

Kemiripan pola ini bisa terjadi secara kebetulan, bisa juga memang ada yang membuatnya. Jika ada yang membuat tentu ada tujuan-tujuan atau pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada kelompok tertentu. Bisa juga ini bagian dari politik adu domba di tengah panasnya proses politik pilkada serentak khususnya di Jawa Barat.

Pakar forensik menilai semua pertanyaan di atas bisa dijawab dengan mengetahui terlebih dahulu apakah pelaku itu gila atau tidak waras setelah menyerang, atau pelaku sejak sebelum menyerang memang gila. Yang harus diusut, apakah pelaku saat menyerang belum/tidak gila dan baru setelah menyerang baru berubah menjadi tidak waras.

Jika dua hal ini bisa diipastikan maka akan diketahui motif sebetulnya pelaku penyerangan ini. Jika dia tidak gila saat menyerang maka kemungkinan ada pihak lain yang menyuruh melakukan itu.

 

Kasus pertama terjadi kepada Pimpinan Pondok Pesantren Al Hidayah Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Umar Basri (Mama Santiong). Ia menjadi korban penganiayaan usai Shalat Subuh di masjid.

Polisi menangkap pelaku penganiayaan yang kemudian diidentifikasi kemungkinan lemah ingatan. Kini, kondisi Kiai Umar semakin membaik dan pelaku sudah ditahan.

Belum jelas motif penganiayaan terhadap Kiai Umar, tiba-tiba muncul kasus baru yang bahkan menyebabkan meninggalnya

Komando Brigade PP Persis, Ustaz Prawoto. Ustaz Prawoto meninggal dunia setelah sempat menjalani perawatan di rumah sakit akibat dianiaya seorang pria pada Kamis (2/1) pagi.  

"Keluarga Besar PW Persis Jabar & Otonom (Peristri, Pemuda, Pemudi, Hima dan Himi), Takziyah atas meninggalnya HR Prawoto, SE, mudah-mudahan Allahuyarham tempatkan di Syurga-Nya," demikian pernyataan PW Persis di laman /Facebook, Kamis (1/2).

Humas Brigade Persis Komando Pusat Persis menyampaikan, pelaku berinisial AM melakukan pemukulan terhadap korban dengan menggunakan linggis. Dugaan sementara, pelaku mendapat gangguan jiwa. Ia sempat diperiksa kondisinya di Rumah Sakit Jiwa.

Pada Kamis subuh itu ada orang tak dikenal mengamuk di depan rumah Ustaz Prawoto. Ia membawa linggis dan merusak pagar rumah korban.

Ustaz Prawoto saat itu sedang beristirahat di rumah kemudian keluar rumah. Di dalam rumah, ada dua anak Ustaz Prawoto yang masih kecil, yang satu masih balita dan satunya lagi bayi baru lahir.

Tiba-tiba tersangka mengejar Ustaz Prawoto hingga 500 meter dan sempat terjatuh. Orang tak dikenal ini langsung menyerang dengan linggis di tangannya. Ia menyerang di bagian kepala, tangan, dan badan. Pada pukul empat sore, Ustaz Prawoto meninggal dunia.

Kapolda Jabar Irjen Pol Agung Budi Maryoto mengatakan, pelaku penganiaya Ustaz Prawot merupakan pasien Rumah Sakit(RS) Jiwa. "Pelaku tetangga depan rumah almarhum. Pasien RS Jiwa," kata Agung.

Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Hendro Pandowo mengungkapkan proses hukum terhadap pelaku akan dilakukan secara profesional, transparan. Bahkan, pada setiap tahapan penyidikan akan disampaikan dan dilaporkan kepada pengurus Persis. "Termasuk apakah pelaku akan diperiksa kejiwaannya," katanya.

Ia mengatakan tersangka saat ini berada di Polrestabes Bandung untuk dilakukan pemeriksaan. Katanya, motivasi pelaku menganiaya korban karena faktor depresi yang dialaminya.

Usut tuntas

Ketua PW Persatuan Islam (Persis) Jawa Barat, Iman Setiawan Latief, berharap kasus penganiayaan yang mengakibatkan kematian ini bisa segera terselesaikan secara tepat, benar, dan adil oleh aparat kepolisian. Persis sangat percaya kepolisian akan mampu menangani kasus ini dengan baik dan tepat.

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini menyampaikan belasungkawa atas berpulangnya Ustaz Prawoto. "Kami keluarga besar NU turut berduka dan mendoakan mudah-mudahan almarhum meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Pengurus Cabang sudah melakukan takziah, berbelasungkawa, dan menyampaikan doa keprihatinan ke rumah duka," ujar Helmy, Kamis (1/2) petang.

Ia mengutuk keras segala tindakan kekerasan yang dilakukan oleh siapapun kepada orang tak bersalah, apalagi kepada sosok yang dikenal sebagai tokoh agama. Helmy meminta polisi mengusut tuntas kejadian tersebut serta meningkatkan keamanan.

Pria 45 tahun kelahiran Cirebon itu melihat pola serupa pada penganiayaan yang menimpa KH Umar Basri atau Kiai Emon beberapa waktu lalu. Kiai Emon yang mengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah Santiong Bandung diserang oleh pelaku tak dikenal yang berperilaku menyimpang.

Helmy mempercayakan kepada kepolisian untuk mengungkap apakah pelaku benar-benar tidak waras. Penyandang gelar Doctor Honoris Causa UIN Sunan Gunung Djati itu juga mempertanyakan apakah ada indikasi pelaku merupakan bagian dari jaringan kelompok yang hendak memprovokasi dan memecah belah.

Pastikan kejiwaan

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri menilai perlu dikaji lebih dalam kondisi kejiwaan pelaku penganiayaan yang sebenarnya. Sebab, tidak semua jenis gangguan kejiwaan bisa membuat pelaku kejahatan lolos dari hukum dengan memanfaatkan Pasal 44 KUHP.

"Jadi, harus dipastikan seakurat mungkin diagnosis kejiwaan si pelaku. Juga, andai pelaku diketahui punya gangguan kejiwaan, masih perlu dicek kapan ia menderita gangguan tersebut?" kata Reza, Kamis (1/2).

Jika gangguan baru muncul setelah ia melakukan aksi kejahatan, Reza mengatakan perbuatan jahat sesungguhnya ditampilkan saat ia masih waras. Karena itu, ia mengatakan seharusnya tetap ada pertanggungjawaban secara pidana.

"Yang jelas, orang-orang dengan skizofrenia punya kecenderungan lebih tinggi untuk melakukan kekerasan ketimbang populasi umum. Ini punya implikasi penting," ujarnya.

Reza berharap agar pelaku penganiayaan bukanlah orang pengidap skizofrenia yang dikondisikan untuk menyerang Ustaz Prawoto. Pengidap skizofrenia maupun jenis-jenis abnormalitas psikis lainnya tidak bisa dihukum. Ia menekankan bahwa polisi tetap perlu mencari tahu siapa yang semestinya menjaga orang tersebut.

"Karena sesuai pasal 491 KUHP, barang siapa yang diwajibkan menjaga orang gila yang berbahaya bagi dirinya sendiri maupun orang lain dan membiarkan orang itu berkeliaran tanpa dijaga, orang tersebut diancam dengan pidana denda," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement