REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Karibia merupakan salah satu kawasan potensial bagi penyebaran Islam. Beberapa negara di kawasan tersebut mengalami peningkatan populasi Muslim yang signifikan dari waktu ke waktu. Haiti salah satunya.
Hasil penelitian lembaga riset asal Amerika Serikat, Pew Forum on Religion & Public Life, menyebut, jumlah Muslimin di Haiti mencapai dua ribu jiwa pada 2009. Jumlah tersebut diyakini meningkat tajam pascagempa yang melanda Haiti tiga tahun lalu (Januari 2010).
Masuknya Islam ke Haiti melalui proses sejarah yang panjang. Republik yang berlokasi di Pulau Hispaniola tersebut telah mengenal Islam sejak era revolusi pada abad ke-16, sebelum Haiti merdeka dari penjajah, Prancis. Kala itu, ada seorang revolusioner Haiti bernama Dutty Boukman yang beragama Islam.
Ia dianggap berjasa karena kematiannya telah menyulut revolusi kemerdekaan Haiti. Nama Boukman juga dikenal dengan Bwa Ka-Iman atau Boucqueman. Ia digambarkan oleh sejarawan dan masyarakat Haiti sebagai Muslim yang memimpin para budak melawan penjajah Prancis.
Islam memang banyak dianut para budak yang didatangkan ke Haiti. Meski demikian, mereka sering kali dipaksa untuk melepaskan keyakinan oleh sang majikan. Kendati demikian, Islam tetap mampu bertahan di Haiti meski penganutnya sangat sedikit.
Hingga kemudian pada awal abad ke-20, banyak imigran Arab berdatangan ke benua Amerika. Tak sedikit di antara mereka yang memilih untuk menetap di Haiti. Disebutkan, imigran Arab pertama yang menetap di negara tetangga Republik Dominika tersebut berasal dari Maroko. Beberapa keluarga beretnis Maroko tiba di Haiti pada 1920. Sejak itulah muncul komunitas Muslim di Haiti.
Meski eksistensi Muslim mulai muncul, keterbatasan ekonomi menghambat mereka untuk memiliki masjid. Hingga kemudian pada 1985, sebuah tempat tinggal dibangun ulang menjadi masjid dilengkapi sebuah menara yang dibangun di dekatnya.
Adanya masjid ini memudahkan komunitas Muslim untuk berkumpul, bersilaturahim, mempelajari agama, dan mendakwahkan agama Islam. Jumlah Muslimin pun kemudian mengalami perkembangan.
Waktu terus bergulir. Masjid yang awalnya hanya satu, terus bertambah. Tak hanya di ibu kota Haiti, yakni Port-Au-Prince, tapi juga di kota-kota lain. Tokoh-tokoh Muslim pun bermunculan.
Pendek kata, Islam mulai mendapat tempat di hati masyarakat Haiti. Pada 2000, seorang Muslim bernama Nawoon Marcellus menjadi salah satu deputi negara tersebut. Pria asal San Raphael ini merupakan Muslim pertama yang terpilih di jajaran pemerintahan.
Sementara itu, kaum Muslim Haiti mulai giat dalam sebuah lembaga bernama Nation of Islam. Bermula dari banyaknya warga Haiti di Amerika Serikat yang memeluk Islam, dibentuklah lembaga ini. Organisasi ini amat giat menyuarakan hak-hak warga kulit hitam.
Meski pamor Islam mulai mencorong, jumlah Muslimin masih belum sebanding dengan pemeluk agama mayoritas di Haiti, yakni Kristen dan kepercayaan asli setempat, Voodoo. Voodoo adalah keyakinan yang diciptakan para budak di era kolonial. Keyakinan yang digunakan pemerintah untuk mengontrol massa tersebut sangat populer di Haiti. Sementara, Kristen telah mengakar kuat di negeri ini sejak dibawa oleh penjajah Eropa. Dibandingkan pemeluk dua keyakinan mayoritas tersebut, kaum Muslim masih merupakan kelompok minoritas di Haiti. Jumlahnya tak sampai satu persen dari total populasi Haiti.