REPUBLIKA.CO.ID, ASMAT -- Gizi buruk masih sampai saat ini menghantui anak-anak Asmat yang hidup di pedalaman, bahkan gizi buruk di pelosok Papua ini disebut seperti lingkaran setan yang tak ada akhirnya. Karena itu, tim Satgas TNI dan berbagai pihak masih terus memberikan pendampingan pada masyarakat Asmat agar mengetahui tentang gaya hidup sehat.
Salah satu dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Cut Nurul Hafifah mengungkapkan beberapa hal yang dapat menyebebkan gizi buruk anak, yang diantaranya disebabkan faktor ibunya yang mengalami gizi buruk lebih dulu.
Ketika hamil, asupan gizi ibunya juga tidak baik, sehingga ketika melahirkan gizi anaknya menjadi berkurang. "Kalau berat lahir rendah lebih butuh banyak gizi lagi asupannya. Berikutnya adalah kualitas asi nya juga kurang kan, karena tadi status gizi ibunya juga kurang," ujarnya saat ditemui Republika.co.id di Gedung Pendidikan Wawasan Kebangsaan, Distrik agats, Asmat, Kamis (8/2).
Ia menjelaskan lebih lanjut, pengetahuan masyarakat tentang makanan ibu yang menyusui juga kurang, sehingga menyebabkan anaknya kekurangan gizi. Menurut dia, hal ini juga tidak terlepas dari sulitnya masyarakat untuk mencari makanan yang lebih bergizi untuk anak.
"Misalkan makanan yang biasa dimakan adalah hanya sagu. Sagu itu makanan untuk bayi tidak cukup hanya karbohidrat saja, mesti ada protein," ucapnya.
Kendati demikian, lanjut dia, sebenarnya masyarakat bisa saja mencari makanan yang mengandung protein. Hanya saja, masyarakat Asmat belum banyak yang mengetahuinya, sehingga perlu dilakukan pendampingan.
"Seperti ikan, kepiting disini banyak, tapi engetahuan tentang makanan pendamping itu yang belum dikuasai. Saat mereka sudah besar status gizinya kurang, kemudian hamil atau menikah dan melahirkan di usia muda kemudian menurunkan gizi buruk lagi pada anaknya," katanya
"Seperti lingakaran setan balik lagi, jadi status gizi kurang ibunya, balik lagi ke anak kurang baik," imbuhnya.