REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, menyesalkan kejadian-kejadian yang menimpa ulama, ustaz, dan aktivitas masjid serta mushala yang kian meningkat. Menurut dia, ada pengurus Persis yang dibunuh, masjid dirusak, mushala diserang, termasuk remaja masjid diteror dengan pisau.
Bahkan, lanjut dia, ada upaya mengatur isi ceramah di masjid dan mushala oleh Bawaslu. Ia menyebutkan, para ulama dan umat Islam kerap dituduh intoleran, radikal, dan teroris. Tuduhan itu menurut Hidayat, selain salah kaprah, juga mengingkari fakta sejarah yang ada.
"Padahal ulama dan aktivis ormas serta partai Islam mempunyai peran yang besar dalam menghadirkan Pancasila, menyelamatkan NKRI, dan mengisi kemerdekaan," ucap Hidayat, dalam siaran persnya.
Ia menjelaskan, ketika Pancasila disepakati pada 22 Juni 1945, ada pihak yang merasa keberatan dengan Sila pertama. Menanggapi tuntutan tersebut, tokoh-tokoh Islam yang tergabung dalam Panitia 9 yang berasal dari Muhammadiyah, NU, Syarekat Islam, dan kelompok Islam lainnya rela menghapus tujuh kata dalam Sila Pertama Pancasila.
"Sila Pertama Pancasila sekarang masih menjelaskan ketauhidan agama Islam. Tokoh Islam di Panitia 9 mendahulukan kepentingan bangsa," tambahnya.
Hidayat tidak bisa membayangkan bagaimana bila kemauan mereka ditolak oleh para ulama. Sehingga aneh rasanya ulama Indonesia disebut intoleran. Politisi PKS itu menceritakan, Indonesia sejak tahun 1946, karena ditekan oleh Belanda dengan berbagai cara membuat bangsa ini tak berbentuk NKRI, namun menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS).
Hal inilah yang disadari oleh politisi partai Islam, Masyumi, Muhammad Natsir di tahun 1950. Pada 13 April 1950, Natsir menyatakan Mosi Integral. Dalam mosi itu Natsir menyatakan RIS tidak sesuai dengan cita-cita 17 Agustus 1945. Keinginan untuk kembali ke NKRI oleh Natsir lewat Mosi Integral itu didukung oleh Soekarno, Hatta, dan semua politisi.
"Dari mosi integral tersebut akhirnya Indonesia kembali ke NKRI. Dari sinilah tokoh Masyumi, partai Islam, berhasil menyelamatkan Indonesia," tegasnya. Oleh karena itulah, Hidayat menyebut tak mungkin saat ini ulama anti-NKRI, karena pendahulunya adalah penyelamat NKRI.