Rabu 21 Feb 2018 12:42 WIB

Ancaman Bencana Baru di Indonesia Terus Meningkat

Hingga 2045 tren jumlah penduduk terpapar bencana alam terus meningkat.

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Gita Amanda
Kepala BNPB, Willem Rampangilei memimpin Rakernas BNPB di Nusa Dua, Bali, Rabu (21/2).
Foto: MUTIA RAMADHANI/REPUBLIKA
Kepala BNPB, Willem Rampangilei memimpin Rakernas BNPB di Nusa Dua, Bali, Rabu (21/2).

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat potensi ancaman bencana baru di Indonesia terus meningkat. Kepala BNPB, Willem Rampangilei mengatakan hampir 75 persen infrastruktur industri dasar dan konektivitas di Indonesia, termasuk prasarana pendukung di dalamnya dibangun di zona rentan bencana.

"Setiap tahunnya kita mencatat kerugian ekonomi akibat bencana Rp 30 triliun," kata Willem dijumpai Republika.co.id di sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BNPB di Nusa Dua, Bali, Rabu (21/2).

photo
Rakernas BNPB di Nusa Dua, Bali.

Jumlah tersebut berdasarkan data terakhir 2017, dan angkanya di luar kalkulasi bencana-bencana besar. Tren bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun disebabkan tiga faktor, yaitu degradasi lingkungan, kritisnya daerah aliran sungai (DAS), dan dampak perubahan iklim global.

Willem mencontohkan pada 2010 hanya ada 110 titik potensi gempa di Indonesia. Sejak 2017, BNPB mencatat ada 255 titik potensi gempa di Indonesia. Jumlahnya meningkat signifikan dan itu belum termasuk bencana non-alam.

Oleh sebabnya Willem mengatakan penanggulangan bencana di Indonesia tidak lagi dipandang sebagai komponen biaya, melainkan komponen investasi. BNPB menggandeng Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) berkolaborasi sehingga pengurangan risiko bencana masuk ke dalam prioritas pembangunan nasional.

Perencana Utama Deputi Bidang Pengembangan Regional di Kementerian PPN/ Bappenas, Suprayoga Hadi mengatakan bencana selama ini lebih dilihat dalam bentuk respons setelah bencana itu terjadi, bukan investasi yang disiapkan sejak dini. Jika bencana dipandang sebagai investasi, maka konteks prabencana akan didahulukan.

"Kita harus bicara regulasi yang lebih solid di mana ada pembagian tugas jelas antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, kota dalam penanggulangan bencana sebagai pondasi sampai 2045," kata Suprayoga.

Suprayoga menambahkan setiap lima tahunnya hingga 2045, tren jumlah penduduk terpapar bencana alam terus meningkat, meski angka kelahiran (fertility rate) diturunkan. Daerah berisiko rendah dari bencana alam di Indonesia nyaris tidak ada, sebab rata-rata berisiko sedang dan tinggi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement