REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDI Perjuangan secara resmi telah mengusung kembali Presiden Joko Widodo pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang. Pengusungan itu diputuskan saat PDI Perjuangan menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III di Prime Plaza Hotel Bali, Jumat (23/2).
Praktis dukungan Joko Widodo semakin kuat, sebelumnya beberapa partai politik (Parpol) lebih dulu mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut. Pengamat Komunikasi Politik, Anang Sudjoko, menilai keputusan itu menunjukkan bahwa PDI Perjuangan belum memiliki alternatif kader lain yang layak bersaing.
Kemudian, posisi PDI Perjuangan terhadap Joko Widodo tidak sama ketika Pilpres 2014 silam. Karena, kata Anang, ada pihak lain yang sangat kuat menjadi play maker.
"PDI Perjuangan belum punya alternatif kader lain yang siap bersaing. Sikap ini juga, menunjukkan bahwa PDI Perjuangan sudah merasa ditinggal oleh Jokowi," jelas dosen Ilmu Komunikasi Politik di Universitas Brawijaya Malang, saat dihubungi melalui pesan singkat, Jumat (23/2).
Anang menambahkan, banyaknya parpol yang memberikan dukungan kepada Joko Widodo tidak terlepas dari pengamanan posisi hingga 2019, atau cari posisi aman untuk sementara. Sehingga dukungan tersebut tidak menjamin untuk tidak akan terjadi perubahan dukungan.
"Intinya mungkin ada yang hanya untuk mencari aman sampai 2019 nanti," tutur Anang.
Pengusungan Jokowi oleh PDI Perjuangan, ini menjadi peringatan untuk Parpol lain, terutama oposisi. Maka dapat dipastikan akan membuat kubu pesaing untuk segera menggodok calon.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan kubu pesaing ingin mengambil saat yang tepat untuk memperkenalkan capres dan cawapresnya. Meski demikian, Anang mengaku belum menangkap sinyal kuat calon tunggal.
Jika terjadi calon tunggal maka masihkan demokrasi di negeri ini. Terus, apabila calon tunggal benar-benar terjadi maka ini menunjukkan tumbangnya demokrasi di Indonesia.
"Untuk calon tunggal masih jauh untuk diwacanakan. Sekarang memang banyak parpol yang pragmatis, realnya nanti," tutup Anang.