Sabtu 10 Mar 2018 03:07 WIB

PBB Usulkan Kasus Rohingya Dibawa ke Mahkamah Internasional

Pemerintah Myanmar diminta izinkan pemantau masuk Rakhine.

Red: Nur Aini
 Dalam foto file bulan September 2017, sejumlah pengungsi perempuan Muslim Rohingya berebut pembagian makanan di kamp pengungsian Balukhali, Bangladesh.
Foto: AP/Dar Yasin
Dalam foto file bulan September 2017, sejumlah pengungsi perempuan Muslim Rohingya berebut pembagian makanan di kamp pengungsian Balukhali, Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Pejabat tinggi hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta agar kasus kekejaman yang dilakukan terhadap kelompok warga minoritas Muslim Rohingya dibawa ke Mahkamah Kejahatan Internasional.

Komisioner Tinggi PBB untuk HAM Zeid Ra'ad al-Hussein, juga mendesak pemerintah Myanmar untuk mengizinkan para pemantau memasuki negara bagian Rakhine di bagian utara negara itu. Desakan itu dilayangkan agar dapat menyelidiki peristiwa, yang disebutnya sebagai "aksi genosida (pembersihan etnis)" terhadap minoritas Muslim.

"Yang ingin kami katakan adalah, ada kecurigaan kuat bahwa, ya, aksi-aksi genosida kemungkinan telah terjadi. Tapi hanya pengadilan yang bisa memastikan ini," kata Zeid dalam acara jumpa pers di Jenewa.

Sementara itu pada awal pekan ini, seorang pejabat bidang HAM PBB, Andrew Gilmour, mengatakan "pembersihan etnis" oleh Myanmar terhadap kelompok Muslim Rohingya berlanjut. Keadaan itu masih terjadi lebih dari enam bulan sejak serangan pemberontak menyulut pasukan keamanan melancarkan tindakan, yang telah membuat hampir 700 ribu warga mengungsi ke Bangladesh.

Gilmour, yang menjabat sebagai asisten sekretaris jenderal PBB untuk HAM, mengeluarkan komentar itu setelah ia selama empat hari mengunjungi distrik Cox'x Bazar di negara tetangga Myanmar, Bangladesh. Dalam kunjungan tersebut, Gilmour menemui orang-orang yang mengungsikan diri dari Myanmar baru-baru ini.

Setelah para pemberontak Rohingya menyerang 30 kantor polisi dan sebuah markas militer pada 25 Agustus, tentara-tentara dan polisi Myanmar menyisir desa-desa dalam gerakan, yang disebut pemerintah sebagai operasi sah untuk mencabut akar "teroris-teroris". Para warga Rohingya yang mencari tempat penampungan di Bangladesh telah melaporkan bahwa pasukan keamanan Myanmar melakukan pemerkosaan, pembunuhan, dan pembakaran.

PBB dan Amerika Serikat telah menyimpulkan gerakan oleh pasukan keamanan Myanmar itu sudah menjadi pembersihan etnis. Gilmour berbicara dengan para pengungsi, yang menceritakan penculikan-penculikan oleh pasukan keamanan dan setidaknya ada satu pria Rohingya yang tewas dalam penahanan pada Februari, bunyi pernyataan itu. "Tampaknya kekerasan yang meluas dan sistematis terhadap Rohingya terus berlangsung," kata Gilmour.

Walaupun Myanmar mengatakan pihaknya siap menerima kembali para pengungsi, dia menilai pemulangan akan sulit. "Pemulangan yang aman, bermartabat, dan berkelanjutan tentu saja tidak mungkin terjadi di tengah kondisi saat ini"

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement